Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

18 Tahun Reformasi, Kebebasan Berekspresi Dinilai Masih Dalam Ancaman

Kompas.com - 20/05/2016, 17:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kebebasan berekspresi mengalami perubahan positif dalam 18 tahun reforamasi. Namun, dalam situasi tertentu terjadi paradoks dan belum menunjukkan adanya perbaikan.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan bahwa sistem hukum di Indonesia melalui konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 sudah menjamin adanya kebebasan berekspresi.

Namun di sisi lain, ada peraturan yang mewarisi kebijakan represif.

"Dalam situasi tertentu kebebasan ekspresi masih belum membaik," ujar Supriyadi dalam diskusi “Quo Vadis 18 Tahun Reformasi” di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Jumat (20/5/2016).

Menurut catatan ICJR, setidaknya ada 40 kasus kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah di dunia maya (internet) pada 2015.

Sementara menurut laporan Amnesty International tahun 2015, kata Supriyadi, paling tidak ada 85 orang yang telah dilaporkan ke polisi terkait penyampaian pendapat dan kebebasan berekspresi di internet.

Selain itu, belakangan ini terdapat banyak praktik pelarangan buku, diskusi dan pemutaran film dengan tuduhan menyebarkan ideologi komunisme.

Supriyadi menjelaskan, maraknya pembatasan, ancaman dan kriminalisasi tersebut terjadi karena masih ada UU atau pasal yang mengancam kebebasan berekpresi di sistem hukum Indonesia.

Pascareformasi, pasal subversif dan penghinaan terhadap presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.

Namun, kemudian Pemerintah memunculkan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Menurut Supriyadi, pasal 27 dan 28 UU ITE seringkali digunakan untuk memidanakan seseorang dengan tuduhan penghinaan dan pornografi.

Sedangkan di dalam KUHP masih terdapat pasal karet, yakni pasal 207 terkait makar dan 107 A terkait ideologi negara.

Kedua pasal tersebut, kata supriyadi, sering digunakan untuk meredam ekspresi seseorang dengan tuduhan menyebar paham komunisme.

"Semua peraturan itu menunjukkan bahwa kebebasan ekspresi di Indonesia masih terancam oleh sistem hukum," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com