Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkan Permohonan Istri Djoko Tjandra, MK Nyatakan Jaksa Tak Boleh Ajukan PK

Kompas.com - 16/05/2016, 19:32 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi yang diajukan Anna Boentaran, istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali Djoko S Tjandra. Anna memohon uji materi Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa jaksa penuntut umum tidak bisa mengajukan peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan pemohon bahwa Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo," demikian kutipan putusan majelis hakim MK seperti dilansir dari laman mahkamahkonstitusi.go.id, Senin (16/5/2016).

(Baca: Kejagung Sebut Djoko Tjandra Dilindungi Papua Niugini)

Pasal 263 ayat (1) yang digugat itu berbunyi, “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung”.

Menurut majelis, dalam pasal tersebut sudah jelas bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya, tidak termasuk jaksa.

Putusan dibacakan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi pada Kamis (12/5/2016) oleh majelis hakim.yamg diketuai Arief Hidayat, serta anggota yaitu Manahan M.P Sitompul, I Dewa Gede Palguna, Patrialis Akbar, Wahiduddin Adams, Aswanto, dan Suhartoyo.

(Baca: Tujuh Tahun Djoko Tjandra Buron, Apa yang Buat Kejagung Kesulitan?)

Dalam pertimbangannya, majelis menganggap bahwa dalam praktik, kerap terjadi kesalahan dalam penjatuhan putusan karena kekeliruan fakta hukumnya ataupun hukumnya sendiri.

Kesalahan dalam penjatuhan putusan ini dapat merugikan terpidana maupun masyarakat pencari keadilan dan negara. Terhadap kesalahan itu, Jaksa masih bisa melakukan upaya hukum biasa yaitu banding dan kasasi.

Namun, terhadap putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, hanya ada dua upaya hukum luar biasa, yakni kasasi demi kepentingan hukum oleh jaksa atau PK yang merupakan hak terpidana maupun ahli warisnya.

Perkara Djoko Tjandra

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan Djoko Tjandra lepas dari tuntutan hukum karena meski perbuatan yang didakwakan terbukti, namun bukan merupakan tindak pidana, melainkan perdata. Kemudian, jaksa mengajukan kasasi atas putusan bebas itu.

Namun, Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Tak habis langkah, jaksa mengajukan peninjauan kembali ke MA atas putusan MA yang menguatkan pengadilan di tingkat pertama.

Ternyata, dalam putusan MA atas pengajuan PK, Djoko dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan dijatuhi pidana dua tahun penjara. Setelah putusan itu, Djoko melarikan diri ke luar negeri sejak 2009.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com