Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
F.X. Lilik Dwi Mardjianto
Ketua Program Studi Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara

pengagum jurnalisme | penikmat sastra | pecandu tawa riang keluarga

Dilema Jurnalisme Modern: Privasi, Anonimitas, dan Enkripsi

Kompas.com - 16/05/2016, 19:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Payung hukum

Setiap tahun, di awal Mei, dunia merayakan Hari Kebebasan Pers. Untuk 2016, Finlandia menjadi tuan rumahnya.

Perayaan tahun ini cukup spesial karena menjadi ajang persiapan bagi Indonesia yang didaulat menjadi tuan rumah untuk perayaan 2017. Selain itu, perayaan di Finlandia juga menarik karena membahas beberapa hal yang “mutakhir”.

Salah satu topik yang mencuat di Finlandia adalah privasi di era internet. Topik ini bisa jadi bukan menjadi topik utama.

Namun, keberadaan beberapa buku, hasil penelitian, dan pernyataan tentang hal itu di setiap sudut ruang konferensi membuat sebagian orang memberikan perhatian pada akhirnya.

Ide tentang privasi sangat relevan dengan anonimitas, termasuk dalam kegiatan jurnalistik.
Kata “privasi” tercantum secara jelas dalam pasal 12 Universal Declaration of Human Rights.

Kurang lebih, dokumen PBB itu menegaskan bahwa “tak seorang pun bisa diganggu privasi, keluarga, rumah, dan korespondensinya. Setiap orang memiliki hak atas nama hukum untuk melawan gangguan atau serangan semacam itu”.

Hal yang sama juga dinyatakan ulang di dalam pasal 17 International Covenant on Civil and Political Rights. Instrumen hukum internasional ini juga telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang nomor 12 Tahun 2005.

Secara khusus, PBB melalui UNESCO menerjemahkan privasi itu ke dalam beberapa bentuk, di antaranya adalah hak untuk tampil anonim.

Badan PBB untuk pendidikan dan kebudayaan itu melihat anonimitas sebagai hak seseorang. Hal itu penting dan layak diterapkan dalam dunia jurnalistik dan kegiatan aktivis pembela HAM serta kepentingan publik.

Resolusi 52 yang dihasilkan di dalam konferensi ke-37 UNESCO menyebutkan bahwa “privasi adalah sarana vital untuk melindungi sumber jurnalistik”.

Sumber-sumber semacam itu, menurut resolusi tersebut, sering kali memberikan manfaat bagi kepentingan publik sehingga harus diberikan hak untuk menjadi anonim jika memang diperlukan.

Salah satu alasan untuk “melenyapkan” identitas adalah faktor keamanan dan keselamatan sumber.

Kami, paling tidak saya, masih melihat keputusan untuk menyembunyikan identitas sumber informasi rekayasa kasus pimpinan KPK sebagai tindakan yang tepat.

Selain karena si sumber meminta demikian, keselamatan sumber itu bisa terancam jika identitasnya terungkap ke publik. Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan ketegangan antarinstitusi, potensi teror dan ancaman, serta berbagai hal teknis lainnya.

Di era internet saat ini, diskusi tentang anonimitas sangat mungkin berlanjut ke wacana perlindungan komunikasi antara sumber dan wartawan atau aktivis.

Keystones To Foster Inclusive Knowledge Societies, sebuah penelitian yang dilakukan oleh UNESCO, menguraikan bahwa seseorang sebenarnya memiliki hak untuk melakukan enkripsi (kode khusus) untuk setiap komunikasi digital yang mereka lakukan.

Hal itu menjelaskan bahwa seseorang memiliki hak untuk tampil personal dan terbatas di internet, sebuah wilayah yang sangat publik. Enkripsi memungkinkan seseorang untuk menutup segala bentuk komunikasi dari endusan pihak lain.

Wartawan seharusnya bersuara paling lantang untuk hak enkripsi itu. Mengapa? Jelas sekali jawabannya.

Banyak komunikasi yang dibangun oleh wartawan dan narasumber yang bersifat rahasia. Banyak pula dari sumber itu yang tidak mau tampil di publik.

Dengan sistem komunikasi terenkripsi, si sumber akan lebih merasa nyaman dalam memberikan informasi. Hal ini penting untuk liputan-liputan investigatif yang berguna bagi kepentingan publik.

Sudut pandang hukum internasional mengenai privasi, anonimitas, dan enkripsi ini bisa menjadi alternatif jawaban ketika wartawan dituding tidak fair karena menyembunyikan identitas sumber berita.

Selama proses kerja jurnalistik dilakukan secara patut, maka instrumen hukum internasional itu akan menjadi pakaian yang melindungi jurnalis dari ketelanjangan yang memalukan.

Namun, jika liputan dilakukan secara tidak beretika, maka pakaian tadi hanya akan jadi kedok untuk menutup cela.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

BPIP Siapkan Paskibraka Nasional untuk Harlah Pancasila 1 Juni

Nasional
Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Jaksa Agung Mutasi 78 Eselon II, Ada Kapuspenkum dan 16 Kajati

Nasional
Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Hari Ke-14 Haji 2024: Sebanyak 90.132 Jemaah Tiba di Saudi, 11 Orang Wafat

Nasional
Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Di Tengah Rakernas PDI-P, Jokowi Liburan ke Borobudur Bareng Anak-Cucu

Nasional
DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

DPR Sampaikan Poin Penting dalam World Water Forum ke-10 di Bali

Nasional
Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Ahok Mengaku Ditawari PDI-P Maju Pilgub Sumut

Nasional
Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Sadar Diri, PDI-P Cuma Incar Kursi Cawagub di Pilkada Jabar

Nasional
Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Tersandung Kasus Pemalsuan Surat, Pj Wali Kota Tanjungpinang Diganti

Nasional
Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasdem dan PKB Diprediksi Dapat 2 Jatah Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Hari ke-2 Rakernas PDI-P, Jokowi Masih di Yogyakarta, Gowes Bareng Jan Ethes...

Nasional
Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Refleksi 26 Tahun Reformasi: Perbaiki Penegakan Hukum dan Pendidikan Terjangkau

Nasional
Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Diajak Jokowi Keliling Malioboro, Jan Ethes Bagi-bagi Kaus ke Warga

Nasional
Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Gerindra Minta soal Jatah Menteri Partai yang Baru Gabung Prabowo Jangan Jadi Polemik

Nasional
Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Gerindra: Nasdem Sama dengan Partai Koalisi yang Lebih Dulu Gabung, Hormati Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Pengamat: Sangat Mungkin Partai yang Tak Berkeringat Dukung Prabowo-Gibran Dapat Jatah Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com