Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tuntut Harta Nazaruddin Rp 600 Miliar Dirampas untuk Negara

Kompas.com - 11/05/2016, 17:53 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar harta milik terdakwa M Nazaruddin, yang bernilai lebih kurang Rp 600 miliar, dirampas untuk negara.

Selain itu, jaksa menuntut Nazaruddin dikenai hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan satu tahun.

"Estimasi total sekitar Rp 600 miliar," ujar Jaksa Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/5/2016).

Menurut Kresno, dari jumlah itu, uang yang berasal dari saham berjumlah sekitar Rp 300 miliar. Terdapat juga uang sekitar Rp 100 miliar yang disita dari Nazaruddin.

Jumlah tersebut belum termasuk aset dari properti, seperti rumah dan pabrik, yang diperkirakan bernilai cukup besar. (Baca: Dituntut 7 Tahun, Nazaruddin Ingin Bantu KPK Bongkar Pelaku Lain)

Adapun jumlah harta kekayaan Nazaruddin yang didapat dari hasil pencucian uang sekitar Rp 1 triliun.

Jumlah tersebut diperkirakan berasal dari keuntungan atau fee dari proyek yang masuk ke sejumlah rekening bank dan saham beberapa perusahaan.

Meski demikian, menurut Kresno, dari total perkiraan Rp 1 triliun tersebut, hanya sekitar Rp 600 miliar yang dapat dirampas karena bersumber dari dana hasil korupsi.

Selain itu, beberapa pencucian uang yang dilakukan Nazaruddin dilakukan dengan menggunakan rekening milik orang lain di negara lain, seperti Singapura. (Baca: Demokrat: 1.000 Persen Ibas Tak Terkait Kasus Nazaruddin)

Akibatnya, KPK kesulitan untuk menyita aset, dan membutuhkan kerja sama dengan penegak hukum di negara tersebut.

"Kalau aset sudah diambil Rp 600 miliar dari total Rp 1 triliun, itu sudah cukup lumayan, meski ada aset yang tidak bisa kita ambil," kata Kresno.

Nazaruddin sebelumnya didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.

Saat menerima gratifikasi, Nazar masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Grup Anugrah yang berubah nama menjadi Grup Permai.

Nazaruddin juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi.

(Baca: Dakwaan Jaksa: Nazaruddin Beli Saham, Tanah, Kendaraan untuk Cuci Uang)

Pembelian sejumlah saham yang dilakukan Nazaruddin dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permai, kelompok perusahaan milik Nazar.

Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Grup Permai berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang dana anggarannya berasal dari pemerintah.

Uang tersebut salah satunya digunakan oleh Nazaruddin untuk membeli saham PT Garuda Indonesia pada tahun 2011 menggunakan anak perusahaan Grup Permai.

Kompas TV Nazaruddin Bagi-bagi Harta Hasil Korupsi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com