JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Perempuan Mahardhika, Latifa Widuri Retyaningtyas mengatakan, hukuman kebiri atau mati bagi pelaku kekerasan seksual tak akan berdampak pada pengurangan angka kasus di Indonesia.
Hukuman tersebut jika diterapkan dikhawatirkan akan memperpanjang rantai kekerasan seksual terhadap perempuan atau anak. (baca: Jokowi Ingin Kekerasan Seksual Anak Masuk Kejahatan Luar Biasa)
"Wacana hukuman kebiri justru akan memperkuat intimidasi bagi korban dan keluarga korban," kata Tyas, sapaan Latifa di Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Menurut dia, dengan cara pandang menyalahkan korban yang masih melekat di masyarakat, besar kemungkinan korban akan kembali disalahkan ketika pelaku menerima hukuman kebiri atau hukuman mati.
Tyas mengatakan, perkosaan terjadi karena adanya cara pandang perempuan dilihat sebagai objek seksual.
(Baca: Ini Alasan Menkes Suntik Hormon Belum Bisa Diterapkan ke Pelaku Kejahatan Seksual)
Ia berharap pemerintah dapat memberikan solusi yang berorientasi pada upaya rekonstruksi cara pandang dengan mengembangkan budaya kesetaraan dan menghargai perempuan.
Untuk itu, Perempuan Mahardhika dan Federasi Buruh Lintas Pabrik menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk memberi perhatian pada rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasaan Seksual.
(baca: Pemerintah Pertimbangkan Usulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual)
Menurut Tyas, dalam RUU tersebut terdapat upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dengan melindungi dan memulihkan korban. Selain itu, adanya rehabilitasi dan pidana bagi pelaku.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani sebelumnya mengatakan, perppu yang tengah dirancang untuk merespons banyaknya kasus kejahatan seksual akan menitikberatkan ke arah pemberatan hukuman bagi pelaku.
Ada dua poin pemberatan hukuman yang dimaksud. Pertama, penerapan hukuman mati atau seumur hidup bagi pelaku kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.
(baca: Dalam Perppu Baru, Pelaku Kejahatan Seksual yang Masih Anak-anak Akan Direhab)
Kedua, memperkuat perlindungan bagi pelaku kejahatan seksual yang masih di bawah umur. Artinya, selain diberikan hukuman badan atau penjara, pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga akan dikenakan hukuman berupa rehabilitasi psikologis.
"Pelaku akan diberikan rehab dengan maksud tidak mengulangi hal itu kembali dan kembali ke jalan yang benar," ujar Puan.
Menurut dia, rehabilitasi psikologis kepada pelaku kejahatan seksual di bawah umur juga merupakan implikasi dari asas perlindungan anak yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.