JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akhirnya mulai menggelar rapat perdana untuk membahas revis Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Dalam rapat perdana yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/4/2016), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan memaparkan draf revisi UU Pilkada yang diusulkan pemerintah.
Kemudian sepuluh fraksi di DPR akan menyampaikan pandangan mini fraksi.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menargetkan revisi UU Pilkada sudah bisa disahkan dalam rapat paripurna terakhir pada Masa Sidang IV Tahun Sidang 2015-2016 pada 29 April.
Dengan begitu, UU Pilkada yang baru sudah bisa dipakai untuk pilkada serentak 2017.
"Semangat DPR untuk menyelesaikan RUU Pilkada ini sudah oke," kata Rambe.
(Baca: Ini Sejumlah Usulan Revisi UU Pilkada dari Mendagri)
Rambe meyakini, RUU ini bisa selesai dengan cepat karena poin-poin yang krusial sudah dibicarakan bersama. Misalnya, keinginan untuk menyeimbangkan syarat bagi calon perseorangan dan calon yang diusung partai politik.
Dalam draf UU yang diusulkan pemerintah, syarat pengusungan calon perseorangan atau pun parpol tidak berubah dari sebelumnya. Calon perseorangan harus mengumpulkan KTP 6,5-10 persen dari jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pilkada sebelumnya.
Sementara calon yang diusung parpol harus memperoleh 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pemilu DPRD.
(Baca: Jokowi: Revisi UU Pilkada Jangan Sampai Terjebak Perangkap Politik!)
Di internal Komisi II, kata Rambe, sudah mengemuka rencana untuk menurunkan syarat bagi calon yang diusung parpol atau menaikkan syarat bagi calon perseorangan sehingga memenuhi azas keadilan.
Menurut Rambe, Komisi II sudah berkonsultasi ke Mahkamah Konstitusi untuk memastikan tidak ada masalah jika ketentuan syarat itu diubah.
"Kita konsultasi ke MK, karena itu sifatnya open legal policy diberikan ke pembuat UU. Termasuk besaran syarat dukungan," ujar Rambe.