Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironis, Kepolisian Kini Berdiri di Pihak Kelompok Intoleran

Kompas.com - 04/04/2016, 20:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva Kusuma Sundari angkat bicara terkait maraknya aksi kekerasan oleh kelompok radikal yang menyerang gereja, warga Ahmadiyah, Syiah, kaum LGBT dan pesantren Waria.

Selain itu, kelompok intoleran pun melakukan pelarangan beberapa festival dan acara pemutaran film, seperti Festival Belok Kiri, Monolog Tan Malaka, pemutaran film Pulau Buru, diskusi filsafat dan acara musik Lady Fast di Yogyakarta.

Menurut dia, peristiwa tersebut terjadi karena polisi telah melakukan penegakan hukum berdasarkan prasangka yang dipaksakan oleh kelompok intoleran.

Ia menyesalkan polisi sudah menjadi aparat dari kelompok intoleran daripada melaksanakan perintah undang-undang.

(Baca: Aktivitas di Pondok Pesantren Waria Dihentikan)

"Polisi sudah menjadi alat perampasan hak warga negara atas dasar prasangka kelompok intoleran yang jelas-jelas melanggar hukum," ujar Eva melalui keterangan tertulisnya, Senin (4/4/2016).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, peristiwa pelarangan oleh kelompok intoleran tersebut merupakan sebuah ironi negara demokrasi yang berbasis pada supremasi sipil.

Selain itu, kepolisian dianggap melanggar perintah Presiden untuk menindak tegas kelompok intoleran yang telah bertindak di luar hukum.

(Baca: Produser: Tak Ada Komunisme dalam Film "Pulau Buru Tanah Air Mata Beta")

"Saya meminta Kapolri mencopot aparat kepolisian yang bertanggung jawab atas insiden di Lady Fest di Yogya kemarin. Polisi harus menunjukkan kepatuhan pada Presiden dan menjadi pelindung HAM, bukan sebaliknya," ungkap dia.

Lebih lanjut, Eva juga meminta Kapolri lebih serius menata aparatnya agar lebih efektif melaksanakan perintah Presiden, mengingat tingkat Intoleransi di Indonesia begitu tinggi.

(Baca: Luhut: Ada Info dari Intel, Kelompok Syiah Jadi Target Teroris)

Agak mengherankan, kata Eva, menyaksikan polisi melakukan pembiaran terhadap pertemuan para penentang Pancasila, penyebar kebencian, bahkan aktivitas rekrutmen untuk ke Suriah.

Sedangkan, polisi memilih melaksanakan perintah kelompok intoleran untuk membubarkan pertemuan aktivis, seperti festival musik dan diskusi ilmiah yang jelas-jelas sudah memiliki izin kepolisian.

"Kapolri harus segera menghentikan disorientasi dan double standard dalam kepolisian ini. Intoleransi menguat karena penegakkan hukum yang lemah," ucap Eva.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com