Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Dua Jempol untuk Menteri Susi

Kompas.com - 23/03/2016, 12:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tak terima sikap pemerintah China yang mengintervensi penegakkan hukum pada kapal pencuri ikan berbendera China, yakni KM Kway Fey 10078, di Laut Natuna. Kapal ini melanggar regulasi "Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing".

Menurut Susi, sikap China yang menyebut perairan Natuna sebagai wilayah historical traditional fishing ground milik China dinilai tidak benar. "Klaim pemerintah China tidak betul dan tidak mendasar," ujar Susi dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (22/1/2016).

Jauh dari rasa inferior atau rendah diri, justru Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti mengancam akan membawa China ke Mahkamah Internasional menyusul protes Indonesia atas langkah kapal penjaga pantai China di laut Natuna pada akhir pekan lalu.

Negeri ini memang kurang berkeinginan untuk mau belajar dari sejarah. Sudah puluhan, ratusan bahkan mungkin ribuan tahun lalu kawasan Nusantara dan Asia Timur jauh sudah menjadi sapi perahan negara-negara kolonial, karena tidak memiliki kekuatan laut yang cukup kuat untuk membendung dalam menghadapi serbuan kekuatan laut negara-negara Barat.

Hingga detik ini, kita bahkan tidak mampu membangun sebuah kekuatan laut untuk menjaga kedaulatan negara di laut. Perairan kita dijarah para pencuri ikan dan kekayaan laut lainnya serta nelayan-nelayan kita kerap ditangkapi petugas keamanan laut negara tetangga.

Menteri Susi telah bertindak untuk berusaha mengembalikan kedaulatan, dignity, kehormatan milik Sang Ibu Pertiwi di perairan Nusantara.

Perairan di laut Natuna yang terletak tidak jauh dari kawasan Selat Malaka adalah kawasan rawan perbatasan Negara Republik Indonesia. Kawasan tersebut merupakan lintasan logistik pelayaran Internasional paling ramai yang sekaligus bersinggungan dengan banyak perbatasan Negara tetangga.

Apa yang dikerjakan oleh Menteri Susi sebenarnya akan jauh lebih ringan apabila dibantu dengan pengawasan dan pengamatan dari udara. Kawasan perbatasan rawan dari sebuah negara di mana pun akan selalu diawasi dan diamati dengan ketat melalui udara.

Pengamatan yang dikenal antara lain dengan kegiatan Patroli Udara rutin penjaga keamanan perbatasan. Sayangnya di kawasan Selat Malaka dan daerah perairan Laut Natuna, wilayah udaranya sudah sejak tahun 1946 berada dibawah kekuasaan otoritas penerbangan Singapura.

Itulah yang menyebabkan, jangankan patroli udara wilayah perbatasan, sedangkan menghidupkan mesin saja pesawat terbang kita di Natuna harus memperoleh ijin terlebih dahulu dari pihak otoritas penerbangan Singapura.

Lebih parah lagi, karena ada sementara para pihak yang masih bersikeras, bahwa kondisi demikian itu bukanlah masalah kedaulatan namun hanya soal keselamatan penerbangan semata.

Diikuti dengan argumentasi yang menyesatkan bahwa ada juga wilayah negara lain yang pengaturan wilayah udaranya berada di otoritas penerbangan kita yaitu di Pulau Christmas dan di atas Timor Leste.

Sebuah pendapat sesat karena menyamakan begitu saja nilai strategis kawasan pulau Christmas dan Timor Leste dengan area Selat Malaka. Tidak itu saja, dikuatkan pula dengan argumentasi bahwa kita memang belum memiliki cukup dana dan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mampu mengerjakan tugas mengatur lalu lintas penerbangan di Selat Malaka itu.

Bayangkan, sudah sejak tahun 1946 mereka tetap masih merasa belum berkemampuan! Benar-benar satu refleksi dari sikap rendah diri alias inferior.

Kawasan perbatasan rawan atau perbatasan kristis (critical border) di Selat Malaka sebagian besar terdiri dari perairan. Critical border dalam perjalanan sejarah dunia terbukti sangat besar berpotensi bagi kemungkinan terjadinya sengketa perbatasan (border dispute) yang sangat mungkin dapat menimbulkan terjadinya perang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek 'Ekor Jas'

Usung Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Dianggap Incar Efek "Ekor Jas"

Nasional
Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Jokowi Sebut Indonesia Akan Terdampak Gelombang Panas Empat Bulan ke Depan

Nasional
Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Duetkan Anies-Sohibul di Pilkada Jakarta, PKS Kurang Diuntungkan Secara Elektoral

Nasional
3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

3 Desa Dekat IKN Banjir, BNPB: Tak Berdampak Langsung ke Pembangunan

Nasional
Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com