Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titiek Soeharto Heran Negara Masih Cari Naskah Asli Supersemar

Kompas.com - 12/03/2016, 07:54 WIB
Dani Prabowo

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Upaya perburuan terhadap naskah asli Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) terus dilakukan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Lima puluh tahun berlalu sejak Presiden Soekarno mengeluarkannya, keberadaan surat itu masih menjadi misteri.

Putri Presiden kedua Soeharto, Siti Hediati Haryadi mengatakan, kondisi keamanan negara ketika surat itu terbit pada 11 Maret 1966 kurang kondusif. Tidak sedikit mahasiswa melakukan aksi demonstrasi untuk meminta pemerintah membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Bagaimana chaos-nya dan surat itu diperlukan dan diterbitkan. Dengan surat itu, Pak Harto punya pegangan untuk menertibkan segala ke-chaos-an," kata wanita yang akrab disapa Titiek Soeharto itu saat dijumpai di sela-sela kegiatan pengucapan ikrar pencalonan Ade Komarudin sebagai ketua umum Partai Golkar di Yogyakarta, Jumat (11/3/2016).

Menurut dia, apa yang telah dilakukan Soeharto hanyalah mengembalikan kondusivitas keamanan negara. Ia heran dengan sikap negara yang masih mempersoalkan keberadaan Supersemar.

"Kalau sekarang itu masih dicari-cari lagi, sementara itu sudah memberikan kebaikan, kenapa sih kita harus melihat ke belakang? Kenapa kita enggak lihat ke depan? Masih banyak PR kita ke depan," kata dia.

Hingga kini, tidak ada yang dapat memastikan apakah Supersemar hanya perintah untuk menjaga stabilitas keamanan negara atau justru dijadikan alat kudeta?

Tiga naskah Supersemar yang disimpan dalam brankas antiapi milik Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, dipastikan tidak autentik alias palsu. Kepastian bahwa naskah itu palsu diperoleh setelah dilakukan uji forensik di Laboratorium Polri pada 2012.

Kepala ANRI Mustari Irawan mengatakan, pada tahun 2013, sempat ada anggota DPR RI yang mengaku memegang surat asli Supersemar. Namun, setelah dikonfirmasi, surat itu adalah kertas fotokopian alias bukan dokumen autentik.

Pada 2015, Mustari kembali menerima informasi bahwa naskah asli Supersemar ada pada anak putri Moerdiono. Setelah dilakukan konfirmasi, tak diketahui keberadaan surat itu.

Dia memastikan, perburuan naskah autentik Supersemar tidak berhenti. ANRI memiliki program penyelamatan arsip negara skala besar dan masih akan mewawancarai sejumlah pihak yang terkait peristiwa tersebut.

"Kami punya daftar nama yang akan kami wawancarai. Kami juga punya program untuk penyelamatan arsip di lembaga tinggi negara," ujar Mustari.

Setidaknya, ada tiga hal yang membuat Supersemar menjadi penting untuk didapat. Bentuk fisik surat itu harus diketahui secara pasti.

"Supersemar ini satu atau dua lembar sih? Kalau satu lembar seperti apa? Kalau dua lembar juga seperti apa?" ujar Mustari.

Dari sisi konten, publik harus mengetahui apa isi surat tersebut. Dari sisi konteks, dokumen autentik Supersemar akan menjawab berbagai versi cerita tentang Supersemar.

"Jika ada yang asli, semuanya bisa terjawab kan. Dalam konteks momen tertentu yang terkait sejarah perjalanan bangsa Indonesia," ujar dia.

"Dokumen atau arsip negara merupakan bagian dari sejarah bangsa. Kalau kita tidak tahu masa lalu, bagaimana kita bicara ke depan? Makanya, kami terus cari. Kami harap suatu hari kami akan dapat yang kami inginkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com