Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syafii Maarif Minta Para Politisi Baik Buat Gelombang Perubahan

Kompas.com - 10/03/2016, 11:30 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengkritik partai politik di Indonesia yang dianggap kurang mempunyai pemahaman terhadap wawasan kebangsaan.

"Pengetahuan soal Indonesia, partai politik itu, saya tidak mengatakan nol ya, tapi kurang sekali. Kurang sekali," ujar Buya dalam acara seminar di Jakarta, Kamis (10/3/2016).

"Ada partai agama, tapi terlalu berorientasi ke negara luar sana. Saya sudah bertemu dengan mereka, sudah mengobrol. Saya bilang, 'Ndak bisa, Anda itu harus mengerti ke-Indonesia-an ini'," lanjut dia.

Fenomena itu berimbas negatif pada kualitas politisi yang lahir dari partai politik tersebut. Kurangnya pemahaman tentang wawasan kebangsaan membuat pendidikan politik bagi politisinya menjadi salah kaprah.

"Akhirnya, politisi menjadi mata pencarian. Itu fatal sekali. Kalau politisi kelakuannya masih seperti itu, demokrasi bisa runtuh," ujar Buya.

Namun, tidak semua politisi di Indonesia demikian. Menurut Buya, ada juga politisi yang berkualitas sekaligus berintegritas. Sayangnya, jumlahnya kecil dan tersebar.

Oleh sebab itu, Buya berpesan kepada para politisi yang baik di Indonesia untuk bersatu membuat sebuah gelombang perubahan.

"Jangan terlalu lama, keburu runtuh negara ini. Pada akhirnya, yang menentukan adanya perubahan adalah kelompok kecil yang punya integritas dan tahan banting. Itulah yang nanti menentukan sejarah," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

Nasional
Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

Nasional
KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

Nasional
Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com