Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Larangan KPI tentang "Pria Kewanita-wanitaan" Dinilai Memojokkan

Kompas.com - 29/02/2016, 10:33 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Amir Effendi Siregar menilai, surat edaran Komisi Penyiaran Indonesia nomor 203/K/KPI/02/2016 tidak spesifik dan terlalu berlebihan.

Dalam surat edaran tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang lembaga penyiaran menayangkan program siaran yang menampilkan "pria kewanita-wanitaan".

Menurut Amir, regulasi terhadap media penyiaran elektronik memang harus lebih ketat karena menggunakan frekuensi publik. (Baca: Pria "Melambai" Dilarang Tampil, Stasiun TV Pertemukan KPI dengan Pengisi Acara)

Namun, ia mengatakan, penerapan regulasi ini jangan berlebihan dan harus sesuai dengan kerangka UU Penyiaran dalam menjamin kebebasan berekspresi, berpendapat, dan pers.

"KPI harus kembali merujuk pada Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran secara benar," ujar Amir, ketika dihubungi, Minggu (28/2/2016).

Batasi seni

Amir menilai, aturan pada surat edaran KPI tersebut kabur dan memojokkan kelompok tertentu yang dituding menjadi penyebab terjadinya sebuah perilaku tidak pantas di masyarakat.

"KPI terlalu menggeneralisasi sebuah persoalan. Surat edaran KPI harusnya lebih spesifik. Bagaimana dengan pelaku kesenian, seperti Didi Nini Towok?" ungkap Amir.

Dalam praktiknya, kata dia, ada beberapa pelaku seni yang tampil berbusana dan menggunakan bahasa tubuh kewanitaan.

Hal itu sudah berlangsung cukup lama dalam ranah seni dan budaya di Indonesia.

Seharusnya, menurut Amir, KPI juga memikirkan konteks geografis, seni, dan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari media penyiaran.

"Generalisasi seperti itu justru mengakibatkan hilangnya roh UU penyiaran, yakni kebebasan dalam berekspresi," kata dia.

Ia menyarankan, KPI kaji ulang peraturan tersebut dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.

Sesuai dengan UU Penyiaran, isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, serta mengamalkan budaya Indonesia.

"Harus dijabarkan lebih rinci hal-hal yang tidak bisa disiarkan kepada publik," ujar Amir.

Surat edaran KPI dengan nomor 203/K/KPI/02/2016 mengatur kriteria yang dilarang adalah pria sebagai pembawa acara (host), talent, ataupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama maupun pendukung) dengan tampilan sebagai berikut:

1. Gaya berpakaian kewanitaan,
2. Riasan (make-up) kewanitaan,
3. Bahasa tubuh kewanitaan (termasuk, tetapi tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, ataupun perilaku lainnya),
4. Gaya bicara kewanitaan,
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan,
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita,
7. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria yang kewanitaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com