Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aset Koruptor Seharusnya Juga Disita untuk Negara

Kompas.com - 22/02/2016, 09:17 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pelaksana tugas Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Indriyanto Seno Adji, mengatakan, pemerintah seharusnya tak hanya berkutat pada wacana revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK jika ingin memperkuat lembaga tersebut.

Ia menyebutkan, pemerintah juga bisa melakukan harmonisasi UU Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan UU lainnya.

Selama ini, kata dia, koruptor hanya dihukum penjara. Seharusnya, ada upaya menarik kembali aset negara yang dikorupsi.

Peraturan soal ini bisa memperkuat implementasi UU Pemberantasan Tipikor dengan mengharmonisasinya dengan RUU Perampasan Aset yang saat ini draf-nya mandek di DPR.

"Memang UU tipikor seharusnya diterapkan melalui harmonisasi dengan peraturan lain, misalnya RUU Perampasan Aset," ujar Indriyanto saat dihubungi Kompas.com, Minggu malam (21/2/2016).

Menurut Indriyanto, dengan adanya peraturan mengenai perampasan aset hasil tindak pidana, maka Indonesia memiliki norma illicit enrichment.

Melalui norma hukum tersebut, pemerintah bisa memantau pejabat yang memiliki peningkatan harta kekayaan secara mencurigakan.

Ia menekankan, korupsi tidak harus selalu dikaitkan dengan adanya kerugian negara.

Norma illicit enrichment juga memungkinkan pemerintah memiliki kewenangan untuk mengambil kembali aset negara yang telah diselewengkan.

"Norma illicit enrichment dapat berlaku dan kekayaan tersembunyi dari tindakan korupsi bisa dirampas kembali untuk negara," kata Indriyanto.

Sementara itu, staf Fungsional Kerja Sama KPK, Freddy Hutagaol mengatakan, dengan adanya UU Perampasan Aset, KPK akan lebih mudah jika harus berhadapan dengan koruptor yang memiliki aset di luar negeri.

Selama ini, menurut Freddy, pengembalian aset negara yang dikorupsi cenderung tidak mudah untuk dilakukan.

Para pelaku korupsi memiliki akses yang luas dan sulit dijangkau dalam menyembunyikan maupun melakukan pencucian uang hasil tindak pidana korupsi.

Permasalahan menjadi semakin sulit jika tempat penyembunyian hasil kejahatan tersebut melampaui batas wilayah negara.

"Ada barikade hukum ketika kita harus berhadapan dengan koruptor yang tahu cara menyembunyikan aset di luar negeri. Kalau sudah begitu kami akan susah mengutak-atik," kata Freddy ketika ditemui dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2016).

Ia mengatakan, jika UU Perampasan Aset sudah berlaku, maka tidak hanya hukuman penjara saja yang bisa diterapkan, melainkan bentuk hukuman lain dengan cara memiskinkam koruptor.

"Bicara soal efek jera, tidak cukup hanya penjara. Koruptor juga harus dimiskinkan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com