Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada, KPK Akan Jerat Parpol dan Perusahaan yang Dapat "Jatah" Korupsi

Kompas.com - 18/02/2016, 06:48 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam sejumlah kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, ada perusahaan dan partai politik yang turut menjadi bagian dari perbuatan korupsi.

Pola yang dilakukan sama, yaitu pemilik perusahaan melakukan pengadaan barang atau jasa tanpa melalui jalur semestinya.

Salah satunya dengan menyuap pejabat daerah atau pusat agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek tanpa harus melalui proses lelang.

Untuk perkara partai politik, ada pelaku korupsi yang mengumpulkan dana dari sejumlah proyek dan dijadikan kas partai.

Ketua KPK Agus Rahardjo berpendapat, sudah saatnya KPK menerapkan gebrakan baru, yakni dengan menjerat korporasi dan parpol yang diperkaya oleh korupsi.

"Perusahaannya tidak pernah melakukan pekerjaannya, padahal dapatnya besar-besar. Kalau sekali dapat bisa kontraknya Rp 40 miliar, Rp 100 miliar, tapi dilakukan orang lain," ujar Agus, saat berbindang dengan Kompas.com, di kantornya, Selasa (16/2/2016).

Kasus Nazarudiin

Sebut saja kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.

Sebagai pengendali kelompok usaha Permai Grup yang terdiri dari beberapa perusahaan, ia mengumpulkan dana dari perusahaan swasta demi memuluskan proyek yang tidak dia kerjakan.

Total uang yang dinikmati Nazar dan perusahaannya mencapai Rp 40,37 miliar.

Uang tersebut ada yang masuk ke Permai Grup, ke kantongnya sendiri, ke sejumlah anggota DPR RI, dan Partai Demokrat.

Dalam kesaksiannya, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis mengaku pernah diperintah Nazar untuk membawa sejumlah uang ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.

Menurut Yulianis, uang itu diambil dari kas Permai Group.

Sumbangan itu digunakan untuk ajang pemilihan ketua umum di Kongres Partai Demokrat yang dikumpulkan sejak April 2010.

Berkaca dari kasus ini, Agus mewacanakan korporasi yang mereguk keuntungan dari tindak pidana korupsi juga akan dijerat.

"KPK belum memulai, baru berpikir bagaimana menerapkan ini. Karena kalau diterapkan, paling tidak ada sorotan kepada para direksinya, pasti diganti," kata Agus.

Pemidanaan korporasi diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

Ayat 1 uu tersebut menyatakan, dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.

Korporasi dianggap terlibat dalam tindak pidana korupsi jika dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

Sementara, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah sepertiganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com