JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Utama Pelindo II Richard Joost Lino menghadirkan pakar di bidang pelabuhan dan perkapalan dari ITS, Raja Oloan Saut Gurning, dalam sidang praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/1/2016) siang.
Di depan hakim tunggal Udjiati, Saut banyak mengungkapkan data terkait keuntungan PT Pelindo II pascapengadaan quay container crane (QCC) tahun 2010.
Pengadaan QCC itu untuk tiga pelabuhan, yakni Pontianak, Kalimantan Barat; Panjang, Lampung; dan Palembang, Sumatera Selatan.
Namun, saat Biro Hukum KPK bertanya soal apakah Saut mengikuti proses pengadaan QCC tersebut, Saut mengaku tidak mengikutinya.
"Enggak, saya enggak ikut. Saya saat itu masih di Australia," ujar dia.
Biro Hukum KPK kemudian bertanya terkait apakah Saut pernah terlibat dalam merancang rencana pengadaan QCC.
Saut juga menjawab dia tidak pernah terlibat sama sekali dalam merancang pengadaan QCC itu. Saut juga mengaku belum pernah sebelumnya melihat desain QCC sebelumnya.
Selanjutnya, KPK bertanya dari mana Saut mendapatkan data soal keuntungan PT Pelindo II seperti yang dipaparkan sebelumnya.
Saut menjawab bahwa dirinya adalah orang yang berkecimpung di dunia tersebut. Dia pun mengaku sering berdiskusi dengan pihak-pihak yang mengetahui data tersebut.
"Apakah sumber datanya bisa dipercaya atau tidak?" tanya pihak KPK.
"Itu hanya ngobrol-ngobrol," ujar Saut.
KPK kembali bertanya, "bisa dipercaya atau tidak data itu?"
Saut kembali menjawab, "ya itu hanya data ngobrol-ngobrol".
Sidang ketiga praperadilan Lino versus KPK ini mengagendakan pembuktian dari pemohon.
Pihak Lino sudah mengonfirmasi bahwa ada 10 saksi yang akan dihadirkan, antara lain Manager Commercial TEMAS Line Marsito, Kepala Biro Pengadaan PT Pelindo II Wahyu Hardiyanto, Senior Manager Peralatan PT Pelindo II Hariyadi Budi Kuncoro dan Pakar Pelabuhan dan Perkapalan ITS Saut Gurning.
RJ Lino menggugat KPK atas penetapannya sebagai tersangka dalam sidang praperadilan.
Penetapan tersangka dianggap tidak sah atas beberapa alasan, antara lain tidak ada kerugian negara dalam penetapan tersangka itu, penyelidik perkara bukanlah berasal dari Polri.
Selain itu, Lino mengaku tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka dan Lino merasa pengadaan QCC tidak memiliki unsur melawan hukum.
Lino sendiri dijerat sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan QCC tahun 2010.
Dia diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung HDHM dari China dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II. Proyek pengadaan QCC ini bernilai Rp 100-an miliar.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.