Mereka dianggap telah melakukan pelanggaran kode etik dalam memutus perkara tersebut.
Ketiga hakim yang dilaporkan yakni Parlas Nababan selaku ketua majelis hakim, dan dua hakim anggota yaitu Kartijoni dan Eli Warti.
"Ada ketidakprofesionalan hakim dalam memutus perkara ini. Kami melihatnya dari beberapa pertimbangan putusannya yang tidak mempertimbangkan pokok pembuktian," kata peneliti hukum dari Yayasan Auriga Syahrul Fitra di KY, Jumat (8/1/2016).
Menurut dia, dalam salah satu pertimbangan putusannya, hakim menyebut jika api yang membakar lahan berasal dari lahan milik masyarakat.
Namun, hakim tidak menjelaskan secara detil asal api tersebut.
Selain itu, ia menambahkan, hakim hanya melihat kerugian dari satu sisi yakni dari segi korporasi.
Sementara, kerugian yang diderita masyarakat dan negara tidak dimasukkan di dalam pertimbangan putusan.
"Padahal masyarakat mengalami dampak langsung, seperti tidak bisa sekolah karena sekolah diliburkan, gangguan penerbangan karena asap dan juga anggaran mitigasi bencana yang harus dikeluarkan negara," kata dia.
Kepala Bagian Laporan Masyarakat dan Perilaku Hakim KY, Indra Syamsu mengatakan, sejak berita terkait putusan tersebut mencuat ke media, KY telah mengambil langkah melalui kantor perwakilan di Palembang.
"Dan kami bersyukur dengan adanya laporan ini maka ada perhatian besar atas kasus ini," ujarnya.
Ia menambahkan, laporan yang diserahkan oleh koalisi masyarakat sipil akan ditelaah terlebih dahulu sebelum diproses.
Jika nantinya laporan sudah dianggap lengkap, maka tidak menutup kemungkinan hakim yang dilaporkan akan dipanggil KY untuk diperiksa.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.