Prinsip berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain (Ridwan Khairandy, 2013). Penyimpangan terhadap prinsip ini akan berakibat perjanjian seperti tidak pernah ada (null and void). Sehingga tidak etis suatu perusahaan asing dengan berbagai cara "mencoba menawar" konstitusi negara lain.
Karenanya timbul kewajiban kepada para pemegang kekuasaan untuk bertindak konsisten dalam menegakkan aturan. Sikap itu sekaligus akan mengajarkan penghormatan pihak luar terhadap hukum negara kita. Bukan sebaliknya: dengan kekuasaannya menggoda berselingkuh dari rakyat guna mengambil keuntungan pribadi dengan memelintir aturan.
Sekali aturan diberlakukan, maka harus berlaku kepada siapa pun tanpa diskriminasi. Sebagai contoh, jika aturan dalam UU No 4/2009 dan Peraturan Menteri ESDM No 7/2012, mengatur bahwa mulai Januari 2014 tidak ada lagi ekspor mineral mentah dan mewajibkan bagi penambang untuk membangun smelter sebelum 2014, maka siapa pun harus menaati, termasuk menteri ESDM, Freeport, dan Newmont.
Jangan pernah memberi keistimewaan yang menyimpang dari peraturan, karena sikap itu justru akan menjatuhkan martabat Indonesia sebagai negara yang berdaulat.
Dalam hal Freeport, tugas para pemimpin seharusnya menjadi ringan karena berhubungan dengan perusahaan yang berasal dari negara yang dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, sekaligus champion dalam hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Terlebih selama ini Indonesia selalu menganggap Amerika Serikat sebagai sekutu penting.
Oleh karena itu, jika hubungan akan diperpanjang, selain kesetaraan maka negosiasi harus dibangun dengan semangat penghormatan terhadap posisi Indonesia yang terus dan sedang belajar demokrasi dan HAM, perlu contoh nyata penerapan nilai-nilai dalam negosiasi.
Dapat diperpanjang
Pada dasarnya kontrak selalu terbuka untuk perpanjangan. Ini karena tidak mudah mencari investor dengan kemampuan (dana dan keahlian), seperti Freeport. Namun, syaratnya harus tetap dalam kerangka konstitusi.
Pada ghalibnya perjanjian dengan obyek bernilai besar (vermogen) dan berjangka waktu panjang, para pihak mengatur ihwal perpanjangan. Kata "dapat diperpanjang" bermakna bahwa perpanjangan bukanlah suatu keharusan, dapat diperpanjang sepanjang ada kesepakatan (facultative).
Selain itu, kata "dapat" sekaligus meneguhkan bahwa perjanjian dibatasi oleh waktu. Kontrak karya tanpa batas waktu sama saja dengan penjajahan gaya baru. Maka, jika perjanjian sudah menentukan batas akhir, ketentuan itulah yang harus ditaati dan untuk selanjutnya dirumuskan kerangka hubungan baru.