Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencatutan Nama Jokowi-JK Diusut Kejaksaan, Sangkaannya Permufakatan Jahat

Kompas.com - 01/12/2015, 13:45 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang menyeret Ketua DPR RI Setya Novanto masuk ranah hukum. Kejaksaan Agung mulai mengumpulkan bahan keterangan perkara tersebut.

"Secara resmi, kami saat ini baru pada tahap akan melakukan lidik (penyelidikan). Kami saat ini juga sedang melakukan pendalaman kasus itu,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah dalam keterangan tertulis, Selasa (1/12/2015).

Unsur pidana yang didalami penyidik, lanjut Arminsyah, adalah dugaan permufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Arminsyah mengatakan, Pasal 15 UU Tipikor jelas mengatur bahwa setiap orang yang melakukan percobaan, membantu, atau bermufakat untuk melakukan tindak pidana korupsi juga dapat dipidana.

Adapun pasal yang dijadikan pasal pokok, yakni Pasal 2, 3, dan 5 UU yang sama. (Baca: Bila MKD Bungkam, Jusuf Kalla Yakin Kasus Pencatutan Jadi Skandal Besar)

Menurut Arminsyah, dalam konteks tindak pidana korupsi, baru percobaan saja sudah memiliki bobot yang sama dengan tindak pidana korupsi itu sendiri.

"Kalau pembunuhan, antara percobaan pembunuhan dengan pembunuhan itu dinilai berbeda, pidananya juga beda. Tidak demikian dengan tindak pidana korupsi," ujar dia.

Kasus pencatutan nama Jokowi-JK masih berada di ranah etika setelah Menteri ESDM Sudirman Said sebelumnya melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan. (Baca: Tak Mau Partai Jadi Musuh Publik, F-Golkar Tegur Tiga Anggotanya di MKD)

Namun, proses di MKD kini terhambat. Rapat Pleno MKD pada Senin (30/11/2015) batal memutuskan untuk menentukan jadwal persidangan dan pihak yang akan dimintai keterangan.

Rapat pleno yang diadakan tertutup selama empat jam dengan satu kali skors itu ditunda sampai hari ini. (Baca: Alotnya Mereka yang "Berjuang" untuk Setya Novanto...)

Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meminta agar MKD tidak menjadwalkan persidangan sebelum verifikasi alat bukti serta laporan Sudirman Said tuntas dilakukan.

Rapat berlangsung panas. Perdebatan antarfraksi berjalan alot, diwarnai anggota MKD menggebrak meja kala berargumen. (Baca: Kahar Muzakir Gebrak Meja, Junimart Akan Lapor ke MKD)

Jadwal sidang serta pemanggilan saksi sebenarnya sudah disusun dan tinggal diputuskan dalam rapat pleno.

Selain meminta penundaan rapat pleno, anggota Fraksi Partai Golkar juga mengusulkan jadwal sidang MKD ditunda. Mereka meminta pembentukan panitia khusus Freeport Indonesia. (Baca: Alotnya Mereka yang "Berjuang" untuk Setya Novanto...)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com