JAKARTA, KOMPAS.com - "Tolong Pak Presiden. Tolong Kami. Kami ingin tetap sekolah di sini. Tetapi sekolah kami mau ditutup. Padahal kami ingin menjadi warna-warni dunia," tulis anak-anak Moro-Moro dalam video dokumenter berjudul "Jangan Tutup Sekolah Kami" yang diunggah ke Youtube.
Tulisan lainnya "Ini tentang kami dan sekolah kami. Kami sekarang terancam putus sekolah. Pak Jokowi di mana engkau? Kami terancam tidak lagi tahu cita-cita itu apa? Padahal kami tidak ingin buta tentang pendidikan, Pak Jokowi."
Film tersebut merupakan salah satu bentuk kampanye yang dilakukan para relawan agar masalah pendidikan yang dialami anak-anak Moro-Moro, Register 45, Kabupaten Mesuji, Lampung, dapat diketahui masyarakat luas dan pemerintah.
Saat ini, sedikitnya ada 400 anak Moro-Moro terkatung-katung nasib pendidikannya. Dari tiga sekolah dasar di kawasan Moro-Moro, satu sekolah sudah ditutup pada Mei 2015, yaitu SD Moro Dewe.
Dua sekolah lainnya terancam mengalami nasib sama.
Pemerintah Kabupaten Mesuji menolak memberi izin kelas jauh (filial) karena sekolah-sekolah tersebut berada di wilayah konflik agraria dan merupakan kawasan perusahaan konsesi Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri PT Silva Inhutani Lampung (SIL).
Wilayah tersebut menjadi lahan tidur, dan sudah ditinggalkan pada tahun 1996-1997 karena dampak krisis moneter.
Kegiatan belajar mengajar di kawasan Register 45 dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Para relawan terus mengupayakan dan mengurus administrasi agar kegiatan belajar mengajar sekolah-sekolah tersebut dapat terus berlangsung.
Bupati Mesuji disebut memang mengizinkan siswa untuk pindah ke sekolah induk. Namun, jarak dari Moro-Moro ke sekolah induk di Mesuji mencapai 20 kilometer pulang pergi.
Selama ini, tiga sekolah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat tersebut, secara administratif menginduk ke sekolah-sekolah negeri di Mesuji dan Tulang Bawang Barat untuk melakukan kelas jauh.
Berdiri belasan tahun, baru belakangan ini Pemerintah Kabupaten mempermasalahkan administratif sekolah tersebut dengan alasan tidak diizinkan lagi adanya kelas jauh.
Menurut Bupati Mesuji, jika ingin tetap menyelenggarakan kelas jauh, masyarakat harus meminta izin kepada Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Petisi
Sekitar enam bulan lalu, para relawan membuat petisi di www.change.org agar masalah ini sampai ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan.
Mereka berharap pemerintah pusat menindaklanjuti sehingga anak-anak di Kabupaten Moro-Moro bisa tetap mendapatkan pendidikan.