Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/11/2015, 15:07 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Ruang pleno Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Minggu (8/11) pagi, diramaikan wajah-wajah anak muda belia. Mata mereka menatap lekat layar komputer jinjing di depannya.

Ada lebih dari 20 meja disusun di ruang pleno itu. Seperti layaknya ujian semester, setiap tim, yang terdiri atas satu hingga empat orang, membangun "koloni" kecil di tiap meja.

Sebanyak 42 tim berlomba dalam ajang "Pilkada Serentak Apps Challenge" yang digelar Komisi Pemilihan Umum serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Farida (22), Ika (21), dan dua temannya sedang membuat aplikasi untuk gawai. Mereka menampilkan nama-nama calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berkompetisi merebut jabatan pemimpin di 260 kabupaten/kota dan sembilan provinsi dalam aplikasinya.

Tak lupa mereka menampilkan video animasi cara memberikan suara dengan benar serta notifikasi hitung mundur pilkada serentak.

"Target kami membantu memberi informasi dan pengetahuan soal pilkada lewat aplikasi karena sekarang orang-orang, kan, tidak lepas dari gawai (gadget)," tutur Farida.

Ridwan Sumantri (35), yang membuat aplikasi "Pemilu Akses", malah memiliki target yang lebih spesifik

Ia merancang aplikasi berbasis situs (website) untuk membantu para pemilih difabel mengenali visi dan misi para calon kepala daerah di sekitar mereka.

Bahkan, Ridwan menambahkan alat yang bisa membantu pengguna dengan gangguan penglihatan mengenali para kandidat pilkada.

Generasi baru

Ketua KPU Husni Kamil Manik menuturkan, lomba aplikasi ini merupakan bagian dari upaya KPU merangkul pengguna internet yang kini jumlahnya sudah 80 juta jiwa di Indonesia.

Husni berharap aplikasi internet soal pilkada dapat menarik perhatian para pengguna internet agar mereka pun berpartisipasi aktif pada penghitungan suara.

"Kalau bisa, kami juga berharap pengguna internet yang berjumlah 80 juta jiwa itu juga bisa berpengaruh pada lingkungannya. Penting bagi KPU untuk berhubungan dengan kelompok masyarakat ini sesuai dengan cara mereka berkomunikasi dan kebutuhan yang mereka inginkan," ujar Husni.

Harapan ini tentu bukan sesuatu yang aneh dalam era digital seperti sekarang. Saat ini tumbuh generasi-generasi baru yang memerlukan penanganan berbeda.

Membahas soal generasi era post-modern, The Telegraph edisi 31 Juli 2014 menurunkan artikel bertajuk "Gen Z, Gen Y, Baby Boomers-a Guide to the Generations".

Generasi Z merujuk pada anak-anak yang lahir menjelang dan setelah milenium baru. Mereka ini sering disebut sebagai digital native alias "penduduk asli/pribumi" dunia digital.

Sebelum itu, ada generasi Y yang lahir pada kurun waktu 1980-2000. Mereka ini sudah mulai melek teknologi. Generasi X adalah mereka yang lahir pada periode 1965-1979 dan terkenal dengan budaya subkulturnya.

Sementara itu, generasi baby boomers lahir pada 1946-1964. Periode ini ditandai dengan ledakan angka kelahiran bayi pada masa-masa awal setelah Perang Dunia II usai.

Budaya kewargaan

Generasi X, Y, dan Z tersebut merupakan orang-orang yang hidup berdampingan, atau bahkan sangat dekat dengan dunia digital.

Soal dampak teknologi informasi bagi mereka, tentu ada yang positif dan negatif. Hujatan, fitnah, dan ujaran kebencian di media sosial yang belakangan tengah ramai dibahas di Indonesia merupakan salah satu contoh negatif media sosial dan partisipasi politik.

Namun, upaya membuat aplikasi daring itu tentu menjadi bentuk partisipasi positif.

Hanya saja, aplikasi-aplikasi itu tidak langsung berujung pada partisipasi aktif di ranah daring.

Tantangan selanjutnya bagaimana partisipasi offline pengembang aplikasi yang ditujukan kepada netizen atau pengguna internet itu bisa melahirkan partisipasi di dunia daring.

Selanjutnya, partisipasi daring itu bertransformasi dalam aktivitas offline di bilik suara pada 9 Desember mendatang.

Supaya transformasi itu muncul, Peter Dahlgren (2009) dalam Media and Political Engagement menyebut perlunya penumbuhkembangan budaya kewargaan (civic culture).

Pengetahuan dan kepercayaan menjadi dua dari enam komponen yang membentuk budaya kewargaan itu.

Aplikasi daring pilkada serentak ini punya peran memberikan pengetahuan. Namun, supaya orang mau berpartisipasi, perlu pula mereka punya kepercayaan.

Kepercayaan ini bisa kepada peserta pilkada ataupun kepercayaan pada institusi penyelenggara pemilu.

Dengan kata lain, aplikasi-aplikasi daring bisa menjadi medium tumbuhnya partisipasi yang tetap perlu dipupuk dengan kepercayaan.

Oleh karena itu, peserta dan penyelenggara pilkada harus bisa berteriak keras dan membuktikan lewat tindakan, sebuah kalimat: "Ya, kami bisa dipercaya". (Antony Lee)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 November 2015, di halaman 2 dengan judul "Demi Gen X, Y, dan Z".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Jokowi: Pemerintah Bangun Sumur Pompa Antisipasi Dampak Kemarau

Nasional
Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Bawaslu Ungkap Suara Caleg Demokrat di Aceh Timur Sempat Naik 7 Kali Lipat, Lalu Dihitung Ulang

Nasional
Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Mensos Risma Minta Data Penerima Bansos Ditetapkan Tiap Bulan untuk Hindari Penyimpangan

Nasional
Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Jokowi Pastikan Perpanjang Izin Ekspor Konsentrat Tembaga PT Freeport

Nasional
Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Risma Ingatkan Kepala Dinsos Se-Indonesia, Jangan Rapat Bahas Fakir Miskin di Hotel

Nasional
Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Kasus Korupsi Rumdin, KPK Cecar Kabag Pengelola Rumah Jabatan DPR soal Aliran Dana ke Tersangka

Nasional
KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

KPU Sebut Pemindahan 36.000 Suara PPP ke Garuda di Jabar Klaim Sepihak, Harus Ditolak MK

Nasional
Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Ketua KPU Ditegur Hakim saat Sidang Sengketa Pileg di MK: Bapak Tidur, Ya?

Nasional
Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis Disebut Diperlukan, Proyek Mercusuar Perlu Pengawasan

Nasional
Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Kapolri Beri Penghargaan ke 11 Personel di Pegunungan Bintang, Papua

Nasional
Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Pegawai Kementan Bikin Perjalanan Dinas Fiktif demi Penuhi Kebutuhan SYL

Nasional
Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Sidang SYL, Saksi Ungkap Permintaan Uang Rp 360 Juta untuk Sapi Kurban

Nasional
Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Hadiri Perayaan Ultah Hendropriyono, Prabowo Dihadiahi Patung Diponegoro

Nasional
Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celsius pada Puncak Haji

Nasional
Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com