Badrodin mencontohkan, jika ada unsur yang mengandung ujaran kebencian di media massa, baik cetak, online, radio atau televisi, polisi tetap mengacu pada hukum acara yang berlaku, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
"Kalau hukum acaranya mengharuskan menggunakan UU Pers, ya wajiblah mengacu pada itu. Hanya penanganannya ya tetap ke edaran," ujar Badrodin saat dihubungi, Sabtu (7/11/2015).
Pertama, polisi akan memastikan terlebih dulu apa media massa tersebut sah atau tidak.
Selanjutnya, polisi akan meminta Dewan Pers untuk menentukan apakah produk jurnalistik tersebut masuk ke kategori produk jurnalistik sesuai kode etik atau bukan.
(Baca: Bagaimana Cyber Crime Polri Bekerja Setelah Surat Edaran "Hate Speech"? )
"Jika bukan, taruhlah misalnya berita itu berisi fitnah atau kebohongan, ya sesuai edaran itu, kami mediasi, apalagi jika dilaporkan. Kan biasanya pihak yang merasa dirugikan minta si narasumber meminta maaf," ujar dia.
Namun, jika ada pihak yang melaporkan isi berita dan tidak mau dimediasi, maka polisi tetap akan menindaklanjuti laporan tersebut seperti biasa.
Sebelumnya, anggota Dewan Pers Jimmy Silalahi protes media massa masuk ke dalam surat edaran itu. Di dalam surat edaran tersebut, media massa disebut pada nomor 2 huruf (h) poin ke enam terkait medium penyebaran ujaran kebencian. (Baca: Dewan Pers Protes Media Massa Disebut Medium Penyebar "Hate Speech" )
"Rasanya media massa jangan masuk. Media adalah ujung tombak penyampaian kebebasan berekspresi masyarakat. Kalau misalnya media massa masuk, ada kekhawatiran kita balik lagi ke zaman orde baru," ujar Jimmy dalam diskusi yang digelar Kejaksaan Agung di kawasan Anyer, Cilegon, Banten, Sabtu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.