JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai kinerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla selama satu tahun masih jauh dari memuaskan. Fadli khususnya menyoroti kinerja pemerintah di bidang ekonomi.
"Dilihat dari berbagai indikator, situasi ekonomi terpuruk," kata Fadli dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (20/10/2015).
Fadli mencatat, saat ini, pertumbuhan ekonomi di bawah 4,6 persen, padahal janji kampanye di atas 7 persen. Nilai tukar dollar yang dijanjikan akan berada di bawah Rp 10.000 justru meroket di atas Rp 14.000 per dollar AS.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, Fadli mencatat, angka kemiskinan juga meningkat. Pada Maret 2015, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang, bertambah 860.000 orang dibanding kondisi September 2014 yang mencapai 27,73 juta orang. Padahal, ukuran itu masih memakai standar konservatif garis kemiskinan di bawah 1 dollar AS per hari.
Jika batas garis kemiskinan dinaikkan 2 dollar AS per hari, jumlah orang miskin lebih dari 50 persen penduduk Indonesia.
Utang luar negeri, lanjut Fadli, juga terus bertambah. Bank Indonesia mencatat, posisi utang asing Indonesia pada akhir Februari 2015 ialah 298,9 miliar dollar AS atau setara Rp 3.832 triliun. Angka itu naik 9,4 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Target dan janji menurunkan kesenjangan gini ratio menjadi 0,36 dari 0,41 semakin sulit. Buruknya ekonomi ini juga, lanjut dia, ditandai banyaknya pemutusan hubungan kerja. Ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan pada satu tahun Jokowi. Beda dengan janji kampanye yang akan membuka 15 juta lapangan pekerjaan baru.
"Sejak awal, pemerintahan Jokowi sudah mengecewakan. Subsidi BBM dicabut walaupun harga minyak dunia saat itu sedang turun. Efeknya harga komoditas pasar juga mengalami peningkatan. Rakyat semakin sulit," ujar Wakil Ketua Umum Gerindra ini.
Kartu Indonesia Pintar dan Sehat, lanjut Fadli, memang sudah diluncurkan untuk membantu masyarakat miskin. Namun, dia menilai itu bukan program baru, melainkan hanya modifikasi dari program pemerintah sebelumnya.
"Tidak dapat dikatakan sebagai capaian strategis, kecuali ganti nama dan casing saja. Hanya gimmick," ucapnya.