Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Adian: Putusan MKD terhadap Novanto-Fadli Membunuh Kehormatan DPR

Kompas.com - 20/10/2015, 14:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi PDI Perjuangan, Adian Napitupulu, menyesalkan pemberian sanksi teguran dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terhadap Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Dia menilai, sanksi tersebut tak sebanding dengan kehadiran keduanya dalam kampanye bakal calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (Baca: MKD Putuskan Novanto-Fadli Langgar Kode Etik Ringan)

Adian membandingkan kasus ini dengan kasus anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Krisna Mukti, yang dilaporkan ke MKD karena dugaan menelantarkan istri. MKD memberikan teguran kepada Krisna.

Hukuman sama antara yang didapat Krisna dan Novanto-Fadli, menurut Adian, telah menunjukkan ketidakadilan.

"Karena ini bukan sekadar tanggung jawab suami kepada istri, melainkan tanggung jawab pimpinan DPR kepada rakyat dan negara," kata Adian dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2015).

Kehadiran pimpinan DPR dalam kampanye Donald Trump, kata dia, sama artinya dengan membawa 560 anggota DPR RI hadir ke sana. Ketika 560 anggota DPR hadir, kata dia, berarti 260 juta rakyat ikut hadir. (Baca: Junimart Ingin Novanto-Fadli Dicopot sebagai Pimpinan DPR)

Kehadiran mereka dalam kampanye Donald Trump itu, lanjut dia, bisa dipandang bahwa pimpinan DPR memiliki loyalitas ganda, yaitu loyalitas pada NKRI dan loyalitas pada Amerika Serikat.

"Loyalitas ganda bukan saja pelanggaran kode etik, melainkan pelanggaran sumpah jabatan," kata salah satu pelapor Novanto-Fadli ke MKD ini.

Adian menambahkan, sanksi yang akan diberikan sejak awal sudah terlihat sebagai sanksi yang paling ringan karena adanya intervensi yang sangat kuat. (Baca: Meski Merasa Tak Salah Bertemu Trump, Fadli Zon Hargai Teguran MKD)

Hal itu bisa terlihat dari bergantinya ketua tim penyelidikan, pelarangan sekjen DPR menghadiri panggilan MKD, ketidakhadiran pimpinan DPR sebanyak 3 kali, pemanggilan pimpinan DPR secara sembunyi-sembunyi, dan saling kecam antara pimpinan DPR dan unsur pimpinan MKD.

Adian mengatakan, terlepas dari proses yang penuh kejanggalan dan intervensi, keputusan MKD yang memberi sanksi teguran kepada pimpinan DPR telah menjadi lonceng matinya kehormatan DPR RI, baik di mata rakyat maupun di mata dunia internasional.

"Berikut hari jangan salahkan siapa-siapa jika DPR akan menjadi institusi tanpa kehormatan, tanpa harga diri yang akan menjadi olok-olok dan tertawaan," kata Adian.

"Ketika itu terjadi, baiknya kita tidak marah pada yang mengolok-olok, tetapi ingatlah keputusan MKD dalam kasus pimpinan DPR, keputusan yang menjaga kehormatan pimpinan, tetapi membunuh kehormatan institusi DPR," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com