Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPP Partai Demokrat Tolak Revisi UU KPK

Kompas.com - 12/10/2015, 16:42 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat menyatakan menolak revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Kami dari Departemen Hubungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) DPP Partai Demokrat memberikan dukungan penuh kepada KPK untuk menolak revisi UU KPK," kata Ketua Departemen Urusan KPK DPP Demokrat Jemmy Setiawan di Gedung KPK Jakarta, Senin (12/10/2015).

Jemmy datang bersama puluhan kader Demokrat lain. Ia pun mengaku sudah berdiskusi dengan pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan aliansi masyarakat sipil untuk menyampaikan dukungan terhadap KPK.

"Meskipun pahit getirnya pemberantasan korupsi itu dialami Partai Demokrat, kita dorong fraksi di DPR untuk tetap dalam keputusannya menolak RUU KPK," ungkap Jemmy.

Revisi UU KPK berisi 73 pasal yang diajukan oleh 35 anggota DPR dari enam fraksi DPR, yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura, dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada 6 Oktober 2015 lalu.

"Di fraksi DPR, sebagai corong juga sudah kita serukan penolakan ini," ujar Jemmy.

Namun, menurut Jemmy, sikap resmi Partai Demokrat akan disampaikan oleh Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan.

"Sikap resmi akan disampaikan oleh Sekjen partai, tetapi ini adalah dorongan kita bersama para pengurus harian. DPD (Dewan Pimpinan Daerah) dan DPC (Dewan Pimpinan Cabang) pasti ikut kita semua di DPP-lah," kata Jemmy.

KPK sendiri sudah menyatakan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK tersebut dengan enam alasan.

Terdapat sejumlah kejanggalan dalam RUU KPK tersebut, misalnya pertama KPK diamanatkan untuk hanya fokus untuk melakukan upaya pencegahan dan menghilangkan frase pemberantasan korupsi (Pasal 4). Kedua, KPK dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak undang-undang ini diundangkan (Pasal 5). Ketiga, penghilangan wewenang penuntutan oleh KPK maupun monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana Pasal 7 butir d, yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang ini dan/atau penanganannya di kepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.

Keempat, penghilangan butir menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan pada Pasal 8. Kelima, batasan kerugian negara paling sedikit Rp 50 miliar dan bila di bawah jumlah tersebut, KPK wajib menyerahkan tersangka dan semua berkas perkara kepada kepolisian dan kejaksaan (Pasal 13). Keenam, penyadapan hanya boleh dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 14). Ketujuh, penghilangan butir KPK dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi (Pasal 20).

Kedelapan, pembentukan Dewan Eksekutif sebagai pengganti Tim Penasihat (Pasal 22 huruf b). Kesembilan, pengangkatan Dewan Eksekutif yang disebut bekerja membantu KPK dalam melaksanakan tugas sehari-hari (Pasal 23-24). Ke-10, anggota Dewan Eksekutif terdiri atas pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Pembangunan dan Kementerian yang membidangi komunikasi dan informasi (Pasal 25). Ke-11, pertambahan usia minimal pimpinan KPK menjadi 50 tahun (Pasal 30).

Ke-12, penambahan syarat berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk pimpinan KPK yang berhenti atau diberhentikan (Pasal 33). Ke-13, penambahan fungsi Dewan Kehormatan untuk memeriksa dan memutuskan pelanggaran kewenangan yang dilakukan komisioner KPK dan pegawai KPK (Pasal 39). Ke-14, KPK berhak mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) suatu perkara korupsi (Pasal 42). Ke-15, KPK hanya dapat mengangkat penyelidik atas usulan dari kepolisian atau kejaksaan (Pasal 45).

Ke-16, penyitaan harus berdasarkan izin Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 49). Ke-17, masih adanya pengaturan wewenang penuntutan dalam Pasal 53. Ke-17 pembatasan UU hanya berlaku selama 12 tahun setelah UU diundangkan yang artinya juga masa berdiri KPK pun hanya 12 tahun (Pasal 73).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com