Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masinton: Kalau Presiden Tolak RUU KPK Harus Pakai Surat, Bukan "Statement"

Kompas.com - 09/10/2015, 18:51 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu mengatkan, jika Presiden Joko Widodo ingin menolak pembahasan revisi UU KPK, sebaiknya jangan hanya disampaikan lewat lisan. Presiden harus menyampaikan hal itu lewat pernyataan tertulis kepada DPR.

"Ini kan negara, masa nolak pakai statemen. Bikin dong pakai surat," kata Masinton di Kompleks Parlemen, Jumat (9/10/2015).

Masinton mengatakan, draf revisi UU KPK yang saat ini beredar di parlemen merupakan draf usulan yang diajukan pemerintah. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly saat rapat dengan Badan Legislasi pada Juni 2015 lalu, memang mengusulkan agar revisi UU KPK masuk Prolegnas Prioritas 2015.

"Ini kan sudah masuk prolegnas. Prolegnas itu kesepakatan pemerintah bersama DPR, naskah akademiknya ada, rancangannya ada. Itu (draf) sudah ada barangnya seperti itu, kop suratnya ada," kata dia.

Namun, saat itu, Presiden Jokowi menolak UU KPK direvisi. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan bahwa Presiden sudah menyatakan pemerintah tidak ingin merevisi UU KPK. 

Sebelumnya, anggota Fraksi PPP Arwani Thomafi juga mengatakan hal yang sama. Masuknya revisi UU KPK ke dalam Prolegnas Prioritas 2015 sebagai usulan pemerintah, berasal dari pemerintah.

"Saat itu disepakati RUU KPK masuk ke 2015 menggantikan Revisi UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah," ujarnya. (Baca: Mensesneg: Revisi UU KPK Usulan DPR, Pemerintah Enggak Bisa "Ngapa-ngapain")

Pemerintah tidak pernah cabut draf RUU KPK

Sementara itu, anggota Fraksi Nasdem Taufiqulhadi mengatakan, draf yang ada saat ini sama dengan draf yang dibahas antara Baleg dengan Menkumham Yasonna H Laoly beberapa waktu lalu.

"Draf itu mengadopsi draf pemerintah. Itu masih ada cap Presiden-nya," kata dia saat dihubungi. (Baca: Presiden Jokowi Tak Tahu Pembahasan Revisi UU KPK Berlanjut di DPR)

Taufiq menegaskan, hingga kini draft yang diusulkan pemerintah itu belum pernah dicabut. Meskipun, Presiden Joko Widodo saat itu pernah menegaskan menolak revisi UU KPK tersebut.

"Tidak ada permintaan cabut sampai sekarang. Karena Dirjen Perundang-Undangan saat itu mengatakan draf itu resmi dan tidak dicabut," tandasnya.

Draf revisi UU KPK yang diajukan sejumlah fraksi di DPR menuai kontroversi. Sejumlah pasal yang menuai kontroversi di antaranya pembatasan usia KPK menjadi hanya 12 tahun setelah draf RUU itu resmi diundangkan.

Dalam draf revisi UU KPK itu juga disebutkan, KPK hanya dapat melakukan penyadapan setelah ada bukti permulaan yang cukup dan dengan izin ketua pengadilan negeri. KPK juga hanya dapat mengusut kasus korupsi dengan kerugian negara di atas Rp 50 miliar dan tak boleh melakukan penuntutan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Jemaah Haji Diimbau Tidak Umrah Sunah Berlebihan, Masih Ada Puncak Haji

Nasional
Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Polisi Arab Saudi Tangkap 37 WNI Pakai Visa Ziarah untuk Berhaji di Madinah

Nasional
Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com