JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono menyebutkan, ada dua kekurangan putusan Mahkamah Konstitusi soal pasal pemeriksaan anggota Dewan.
Pertama, MK dinilai tidak menjelaskan secara spesifik status hukum dan jenis pemeriksaan anggota Dewan yang membutuhkan izin dari presiden. Menurut Supriyadi, kalaupun putusan MK didasarkan pada perlindungan kepada pejabat negara agar terhindar dari rekayasa kasus, seharusnya perlindungan tersebut diberikan dalam hal terjadi proses upaya paksa.
Misalnya, penangkapan atau penahanan, karena sudah pasti akan mengganggu kinerja dari anggota DPR yang bersangkutan.
Namun, dalam konteks Pasal 245 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tidak jelas kualifikasi status hukum dari anggota DPR atau dalam tahapan apa izin diberikan.
"Kecenderungan Pasal 245 UU MD3 mutlak adalah untuk melindungi anggota DPR terhadap semua jenis tindakan," ujar Supriyadi dalam siaran pers, Selasa (22/9/2015).
Selain itu, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya sama sekali tidak menyentuh persoalan potensi penundaan yang dinilai terlalu lama, yaitu 30 hari dari proses perlindungan anggota DPR.
Meski nantinya dapat dilakukan pemeriksaan secara otomatis apabila presiden tidak mengeluarkan izin, penundaan yang begitu lama berpotensi mengurangi hak korban tindak pidana atas keadilan karena proses peradilan juga akan terganggu dan tertunda.
ICJR menilai bahwa konteks pemberian izin sangat berpotensi terjadi konflik kepentingan, apalagi apabila izin tersebut dapat dimaknai sebagai perlindungan terhadap segala tindakan dari pejabat negara dalam hal ini anggota DPR dan dalam tahapan peradilan yang tidak jelas.
MK memutuskan penegak hukum harus mendapat izin presiden jika ingin memeriksa anggota DPR. Dengan demikian, tak berlaku lagi aturan yang menyebut bahwa pemberian izin memeriksa anggota DPR berasal dari MKD.
Tidak hanya anggota DPR, MK dalam putusannya juga memberlakukan hal yang sama terhadap anggota MPR dan DPD.
Ketentuan yang sama berlaku untuk pemeriksaan terhadap anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota. Bedanya, izin untuk anggota DPRD provinsi harus dikeluarkan oleh menteri dalam negeri, sedangkan izin untuk anggota DPRD kabupaten/kota dikeluarkan oleh gubernur.
Izin tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai dan bersifat khusus bagi anggota legislatif dalam melaksanakan fungsi dan hak konstitusionalnya.
MK mengabulkan permohonan Perkumpulan Masyarakat Pembaruan Peradilan Pidana yang menguji Pasal 245 Ayat (1) UU MD3. Pasal itu mengatur pemanggilan dan permintaan keterangan oleh penyidik terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.