Dramatisasi kriminalisasi
Dramatisasi ketakutan pencairan anggaran di daerah justru kontraproduktif bagi upaya perbaikan kondisi perekonomian di republik ini. UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara sejatinya juga telah mengatur secara proporsional wilayah administrasi pertanggungjawaban anggaran dan tindak lanjut penanganannya secara hukum jika sungguh-sungguh ditemukan indikasi terjadinya tindak pidana korupsi dalam penggunaan anggaran. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang anggaran tetap diberikan waktu yang memadai untuk melakukan rekonsiliasi administratif dan hak untuk mengajukan keberatan atas penetapan pembebanan kerugian negara/daerah jika ditemukan adanya inkonsistensi dalam pelaporan penggunaan anggaran daerah.
Berkaca pada ketentuan-ketentuan tersebut di atas, sejatinya daerah telah memperoleh jaminan perlindungan hukum yang memadai dalam pelaksanaan program dan kegiatan di daerah sehubungan dengan penggunaan anggaran daerah. Bahkan, jaminan perlindungan hukum yang diberikan oleh negara melalui serangkaian ketentuan mengenai inovasi daerah dan diskresi telah memperluas jangkauan wilayah administratif dalam kebijakan penganggaran. Ketentuan-ketentuan itu seharusnya dapat memberikan ”ruang bernapas” yang memadai bagi para pejabat daerah untuk melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang menjadi urusan daerah sesuai dengan amanat UU Pemda.
Jadi, tak perlu ada kekhawatiran berlebihan dan dramatisasi terjadinya kriminalisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan jika sungguh-sungguh beritikad baik dalam melayani rakyat.
W Riawan Tjandra
Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 September 2015, di halaman 7 dengan judul "Inovasi, Diskresi, dan Korupsi".