Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasdem: Tak Ada Keputusan Bulat soal Kenaikan Tunjangan DPR di BURT

Kompas.com - 22/09/2015, 10:07 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Usulan kenaikan tunjangan bagi anggota DPR tak pernah diketok secara bulat saat pembahasan oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dan Sekretariat Jenderal DPR. Fraksi Partai Nasdem mengaku sempat menolak kenaikan tunjangan itu, tetapi kalah suara dari fraksi-fraksi lainnya.

"Akhirnya, kami tidak ikut mengajukan. Pada waktu itu, kita absen melihat situasinya seperti itu. Keputusannya tidak bulat," kata anggota Fraksi Nasdem di BURT, Irma Suryani, kepada Kompas.com, Selasa (22/9/2015).

Irma mengungkapkan, rapat pembahasan tunjangan ini berlangsung sekitar bulan Februari hingga Maret 2015. Usulan diajukan oleh sejumlah fraksi dan disetujui oleh semua fraksi lainnya, kecuali Partai Nasdem. Argumennya adalah tunjangan DPR yang tidak pernah naik sejak tahun 2003.

"Malah ada dua fraksi yang mengusulkan agar gaji dan tunjangan mereka tidak kena pajak. Jelas kami menolak," ucap anggota Komisi IX DPR ini. (Baca: "Tunjangan Anggota DPR Sudah Disetujui Pemerintah, Ngapain Dipersoalkan?")

Irma enggan mengungkapkan fraksi mana yang pada awalnya mengusulkan kenaikan tunjangan. Namun, dia menilai, andil terhadap kenaikan tunjangan ada pada pimpinan BURT yang dipimpin oleh lima orang.

BURT diketuai Roem Kono dari Partai Golkar dan empat wakilnya adalah Agung Budi Santoso (Partai Demokrat), Novita Wijayanti (Partai Gerindra), A Dimyati Natakusuma (Partai Persatuan Pembangunan), dan Elva Hartati (PDI Perjuangan). (Baca: Jokowi: Ekonomi Melambat kayak "Gini", Malu Bicara Gaji dan Tunjangan)

"Kalau ada yang mengusulkan, persetujuannya dari para pimpinan itu," ucap Irma.

Usai diketok oleh kesekjenan dan BURT, usulan kenaikan tunjangan itu diajukan kepada pemerintah. Sayangnya, lanjut Irma, pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyetujui usulan kenaikan tunjangan ini meski jumlahnya tak sebesar yang diusulkan DPR.

"Kemenkeu harus sensitif. Kalau hal yang tidak penting harusnya jangan disetujui," ucapnya. (Baca: Fraksi Gerindra Minta Menkeu Revisi SK Kenaikan Tunjangan Anggota DPR)

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menegaskan bahwa surat Kementerian Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 hanya menyetujui batas maksimal yang bisa digunakan DPR untuk menaikkan tunjangannya. Jika memang kini mayoritas anggota dan fraksi di DPR tidak menyetujui kenaikan tunjangan tersebut, DPR cukup tak perlu menggunakan surat tersebut.

"SK itu cuma penentu batas maksimal kenaikan. Terserah di DPR mau dipakai atau enggak. Naik atau enggak, pengguna anggaran yang menentukan," ucapnya.

Berikut kenaikan tunjangan yang diusulkan DPR dan tunjangan yang disetujui Kemenkeu, seperti dikutip harian Kompas:

1. Tunjangan kehormatan 
a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan Rp 11.150.000, hanya disetujui Rp 6.690.000. 
b) Wakil ketua: DPR mengusulkan Rp 10.750.000, hanya disetujui Rp 6.460.000. 
c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 9.300.000, hanya disetujui Rp 5.580.000.

2. Tunjangan komunikasi intensif 
a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan Rp 18.710.000, hanya disetujui Rp 16.468.000. 
b) Wakil ketua: DPR mengusulkan Rp 18.192.000, hanya disetujui Rp 16.009.000. 
c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 17.675.000, hanya disetujui Rp 15.554.000.

3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan 
a) Ketua komisi/badan: DPR mengusulkan Rp 7.000.000, hanya disetujui Rp 5.250.000. 
b) Wakil ketua komisi/badan: DPR mengusulkan Rp 6.000.000, hanya disetujui Rp 4.500.000.  c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 5.000.000, hanya disetujui Rp 3.750.000.

4. Bantuan langganan listrik dan telepon 
DPR mengusulkan Rp 11.000.000, hanya disetujui Rp 7.700.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com