Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Minta Hukuman Mati Dihapus dalam RUU KUHP

Kompas.com - 14/09/2015, 16:50 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komnas HAM meminta agar hukuman mati dihapus dalam KUHP mendatang. Hal itu disampaikan Ketua Komnas HAM Nurcholis saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/9/2015).

"Hak hidup tidak dapat dikurangi dalam bentuk apa pun. Kita minta dihapus, jangan diatur lagi hukuman mati," kata Nurcholis.

Ia menilai proses peradilan di Indonesia masih belum berjalan baik. Jika aturan itu tetap diatur, Komnas HAM khawatir ada kesalahan dalam proses penjatuhan hukuman mati terhadap para terdakwa.

"Selain itu, tidak ada data empiris yang menunjukkan bahwa penghukuman mati itu (memberikan) efek jera," ujarnya.

Lebih jauh, pelaksanaan hukuman mati dianggap bertentangan dengan UUD 1945 amandemen kedua tentang jaminan atas hak hidup. Menurut dia, UUD 1945 secara tegas telah menyebutkan bahwa hak atas hidup adalah hak yang tak dapat dikurangi.

"Hak atas hidup merupakan hak asasi yang tak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun dan dengan alasan apa pun," ujar Nurcholis.

Komisi III dan pemerintah tengah melakukan revisi UU KUHP. Sejumlah hal masih menjadi polemik, salah satunya hukuman mati.

Sebelumnya, hukuman mati di Indonesia disorot hingga internasional terkait pelaksanaan eksekusi mati para terpidana kasus narkotika.

‎Berdasarkan data Kejaksaan Agung, hingga awal 2015, secara total terdapat 64 napi narkotika yang divonis dengan hukuman mati.

Enam di antaranya sudah dieksekusi pada gelombang pertama, yaitu 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi. Kini, sedikitnya ada 50 napi yang belum dieksekusi mati. (Baca: Kejaksaan Belum Berencana Gelar Eksekusi Mati Gelombang Ketiga)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com