Menggali potensi
Anggaran festival tahunan ini sepenuhnya ditanggung pemerintah setempat. Tahun pertama untuk tiga hari pelaksanaannya, pemerintah menganggarkan Rp 150 juta. Karena sambutan masyarakat membeludak, penyelenggaraan Buleleng Festival menjadi lima hari di tahun kedua dan ketiga, dengan masing-masing dana Rp 500 juta dan Rp 700 juta.
”Kami justru belum mengarah kepada tujuan mendatangkan wisatawan. Perbaikan kualitas terbaik dari putra-putri terbaik Buleleng menjadi sasarannya. Wisatawan asing ataupun lokal akan datang dengan sendirinya jika kualitas produk Buleleng Festival tak lagi diragukan,” kata Bupati Buleleng Agus Suradnyana.
Dia mengatakan, barometer keberhasilan Buleleng Festival justru terletak dari kenaikan omzet para perajin, penjual makanan, dan banyaknya penonton kesenian. Ini, lanjutnya, memberikan arti penting makin dicintainya produk khas Buleleng oleh masyarakatnya sendiri.
Karena itu, pelaksanaan festival ini tidak sekadar ingar-bingar panggung kesenian serta hebohnya pameran. Pemerintah Kabupaten Buleleng menjadikan festival sebagai ajang penggalian potensi masyarakat dan menginventarisasi potensi yang sempat ada lalu tergerus zaman.
Tahun kedua Buleleng Festival, penyelenggara berhasil menggali kembali perajin tenun Buleleng dan memunculkan sekitar 17 motif endek, termasuk mastuli yang sempat tenggelam. Selanjutnya, penggalian tersebut didokumentasikan dalam bentuk film pendek.