Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sains dan Masa Depan Indonesia

Kompas.com - 10/09/2015, 15:05 WIB

Rendahnya dukungan pemerintah terhadap sains sudah banyak dikeluhkan. Alokasi dana untuk sains di Indonesia termasuk terendah di Asia Tenggara, yaitu 0,09 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Jika dibandingkan Malaysia (1 persen) dan Singapura (2,5 persen), kita sangat jauh ketinggalan. Dengan jumlah penduduk, wilayah, dan PDB paling besar, seharusnya Indonesia bisa jadi pemimpin di bidang sains di Asia Tenggara. Namun, karena komitmen pemerintah yang sangat rendah, output sains pun menjadi korban.

Indikator keberhasilan sains, seperti jumlah dan kualitas publikasi ilmiah di basis data tepercaya, seperti Scopus yang dirangkum The SCImage Journal and Country Rank, menunjukkan bahwa Indonesia tertinggal dari Thailand, Malaysia, dan Singapura. Ini menunjukkan ada ketaksepadanan antara kekayaan sumber daya dan keberhasilan sains di Indonesia.

Belajar dari negara lain

Untuk mempercepat pembangunan, tiap negara belajar satu sama lain. Tak terkecuali di bidang sains. Tentu saja tidak dengan menjiplak secara utuh, tetapi formula-formula sukses mereka yang disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik Indonesia bisa dijadikan acuan. Negara yang maju secara sains setidaknya memiliki ciri-ciri berikut.

Pertama, mereka memiliki akademi ilmu pengetahuan nasional yang terdiri atas ilmuwan-ilmuwan terbaik yang mampu menyediakan informasi sains terkini, mempromosikan kemajuan ilmu pengetahuan ke masyarakat, serta memberikan masukan independen ke pemerintah.

Indonesia sudah mempunyai AIPI, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sudah banyak yang dilakukan AIPI untuk mempromosikan sains, termasuk publikasi buku Sains45. Sejauh mana pemerintah mendengar masukan AIPI perlu dikaji lebih lanjut. Namun, tidak hadirnya Presiden ke acara ulang tahun ke-25 AIPI (Kompas, 24/05/2015) mengindikasikan bahwa pemerintah tidak menempatkan sains sebagai prioritas.

Kedua, mereka punya penasihat sains yang bisa memberi masukan sains langsung kepada presiden (di tingkat negara) atau kepada gubernur (di tingkat provinsi). Dengan adanya penasihat sains, kasus yang memalukan seorang presiden, seperti kasus blue energy (air sebagai sumber bahan bakar), tak akan terjadi. Tak adanya ilmuwan di Dewan Pertimbangan Presiden saat ini lagi-lagi menunjukkan rendahnya kepedulian pemerintah terhadap sains.

Ketiga, mereka memiliki lembaga riset nasional dengan anggaran besar yang mengatur pembagian dana riset ke seluruh ilmuwan di seluruh lembaga riset dan universitas. Pembagian terpusat ini disesuaikan dengan prioritas nasional dan dibagikan secara kompetitif, yang penilaiannya dilakukan oleh sesama ilmuwan. Hanya aplikasi penelitian yang mengusung ide baru dengan kualitas sains yang unggul serta diajukan oleh ilmuwan yang punya potensi dan rekam jejak hebatlah yang dibiayai. Jumlah dananya cukup besar (sekitar Rp 5 miliar per aplikasi) dan berjangka waktu 3-5 tahun. Di Indonesia, terbatasnya dana dan sempitnya jangka waktu penelitian menjadi salah satu alasan rendahnya kualitas hasil penelitian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com