JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, menilai bahwa polisi kurang adil dalam peristiwa penghadangan seorang pesepeda terhadap pengendara Harley Davidson di Sleman, Yogyakarta, Jumat (14/8/2015) lalu. Bambang yang merupakan mantan polisi dengan pangkat komisaris besar itu mengkritik pernyataan bahwa aktivitas para pengemudi motor gede (moge) itu telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Polisi itu jangan hanya bekerja berdasarkan hukum normatif. Polri kurang adil namanya kalau bekerjanya seperti itu," ujar Bambang saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/8/2015) pagi.
Semestinya, dalam setiap penerapan hukum normatif, polisi juga harus peka dalam melihat lingkungan sosial. Hal itu patut dilakukan juga supaya tidak menyebabkan ketimpangan, bahkan kecemburuan di masyarakat.
"Ini karena polisi bukan hanya menjalankan fungsi penegak hukum, melainkan juga pengelolaan keamanan dan ketertiban masyarakat yang pertimbangannya didasarkan aspek sosial," ujar Bambang.
Di Yogyakarta, lanjut Bambang, bersepeda adalah salah satu kearifan lokal. Namun, polisi tidak peka melihat kearifan lokal itu sehingga menimbulkan gejolak dalam persepsi masyarakat.
Pesepeda yang menghadang itu, menurut Bambang, merupakan bentuk ekstrem dari masyarakat yang melihat ketidakadilan di jalan raya. Jika polisi masih bersikeras bahwa tindakan mereka dalam peristiwa itu telah sesuai UU, Bambang menilai bahwa polisi berlindung di balik peraturan dan perundangan demi kepentingan kelompok tertentu.
"Polisi jadi dilihat seolah-olah berlindung di balik undang-undang cuma demi kepentingan kelompok tertentu. Harusnya kan lebih luas dan tidak tertentu," ujar Bambang.
Seorang pesepeda bernama Elanto Wijoyono menghadang konvoi Harley di persimpangan Condongcatur, Depok, Sleman, Yogyakarta, Jumat (14/8/2015). Peristiwa ini tersebar lewat media sosial. Menanggapi peristiwa itu, Jusri Puluhubu, founder Jakarta Defensive Driving Consulting, turut angkat bicara.
"Para stakeholder jalan raya, baik pengguna, petugas lalu lintas, maupun pemerintah yang memiliki kepentingan di jalan raya harusnya memahami tata tertib dan undang-undang yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," ujar Jusri.
Pengawalan polisi, menurut Jusri, bisa dilakukan atas permintaan izin atau karena memang dibutuhkan agar bisa teratur. Ketika mengawal, polisi pun dianggap memiliki hak merekayasa lalu lintas dengan tujuan memperlancar arus lalu lintas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.