JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang merupakan tersangka kasus dugaan korupsi sekaligus penyalagunaan wewenang dalam sistem payment gateway, Denny Indrayana, meminta penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri turut memeriksa saksi ahli sebagai pelengkap berkasnya. Saksi ahli itu bersifat meringankan.
"Kami mengajukan saksi ahli, yakni Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM (Universitas Gajah Mada), Profesor Eddy OS Hiariej sebagai saksi meringankan," ujar kuasa hukum Denny, Heru Widodo di Bareskrim Mabes Polri, Rabu (29/7/2015).
Sedianya, saksi ahli tersebut diperiksa Rabu ini. Tapi karena kesibukan, yang bersangkutan tidak dapat memenuhi pemeriksaan. Denny dan kuasa hukumnya pun mendatangi penyidik untuk minta penjadwalan ulang pemeriksaan. Pihak Denny meminta sang saksi diperiksa pada Jumat, 2 Agustus 2015 yang akan datang.
Selain memohon penjadwalan ulang atas pemeriksaan saksi ahli meringankan, Denny bertemu penyidik untuk melengkapi berkas perkaranya, yakni sidik jari dan foto. Heru berharap, keterangan saksi ahli itu dapat memberikan masukan kepada penyidik untuk menilai perkara yang menjerat kliennya.
Harapannya, keterangan saksi ahli memicu dilakukannya gelar perkara lagi atas perkara tersebut. "Kita harap ini dibahas di gelar perkara lagi, bahwa setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan tersangka, memang tak cukup bukti. Kami pun berharap perkara ini pun jadi dihentikan," ucap Heru.
Eddy dipilih sebagai saksi lantaran dinilai memiliki kemampuan yang cukup baik dalam hukum pidana, dan memahami persoalan yang sedang menimpanya. Denny menegaskan bahwa apa yang ia lakukan terkait sistem pembayaran online, bukanlah suatu tindak pidana. (Baca: Denny Indrayana Akan Hadirkan Ahli Pidana UGM sebagai Saksi)
Dalam perkara itu, penyidik telah menetapkan Denny Indrayana sebagai tersangka. Saat proyek payment gateway atau pembayaran pembuatan paspor secara elektronik itu dilakukan, Denny menjabat sebagai wakil menteri hukum dan hak asasi manusia.
Berdasarkan pemeriksaan sejumlah saksi, Denny diduga menunjuk langsung dua vendor yang mengoperasionalkan sistem payment gateway. Vendor itu pun membuka rekening untuk menampung uang pungutan pemohon paspor. Uang itu mengendap di rekening vendor selama beberapa hari kemudian baru ditransfer ke kas negara.
Belakangan, penyidik juga menemukan bukti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengeluarkan rekomendasi bahwa sistem payment gateway itu memiliki risiko hukum. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.
Meski begitu, kuasa hukum Denny Indrayana membantah dan menyebut Denny hanya sebagai pengarah. (Baca: Denny Indrayana Bantah Tunjuk Langsung Dua Vendor 'Payment Gateway')
Selain itu, pihak Denny juga mengatakan bahwa ternyata dua vendor tersebut malah rugi. (Baca: Kuasa Hukum Denny Indrayana Sebut Dua Vendor "Payment Gateway" Merugi)
Penyidik juga menemukan bukti bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah mengeluarkan rekomendasi bahwa sistem payment gateway itu memiliki risiko hukum. Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama. (Baca: Denny Indrayana Bantah Tunjuk Langsung Dua Vendor 'Payment Gateway')
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.