JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Ulama Indonesia akan membahas fatwa tentang pemimpin yang tidak memenuhi janjinya saat kampanye. Hal itu dikatakan Wakil Ketua MUI Ma'ruf Amin.
"Kami jihad lewat fatwa dan ada baiknya ini nantinya diperkuat dengan regulasi. Ini agar ke depan pemerintahan lebih baik lagi," kata Ma'ruf dalam musyawarah prapertemuan ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ke-5 bertema "Janji Pemimpin dalam Perspektif Fikih dan Konstitusi" di Jakarta, Kamis (4/6/2015), seperti dikutip Antara.
Ma'ruf mengatakan, siapapun yang dilantik menjadi pemimpin, termasuk presiden, memang diambil sumpah jabatan terlebih dulu. Sejauh ini, tidak ada sumpah jabatan menyebutkan agar pemimpin memenuhi janji-janjinya yang disampaikan saat kampanye.
Pembahasan tentang menepati janji kampanye, kata Ma'ruf, akan dibahas secara mendalam bersama para ulama MUI se-Indonesia pekan depan di Tegal.
Menurut dia, selama ini masih terdapat berbagai pendapat tentang seorang pemimpin yang tidak menepati janji kampanye itu masuk dalam ranah berdosa atau tidak. Lebih jauh, pemimpin yang bersangkutan itu perlu ditaati atau tidak.
"Inilah nanti yang akan dibahas para ulama," kata Ma'ruf.
Sementara itu di tempat yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengatakan, janji presiden dalam bentuk visi dan misi saat kampanye tercatat dalam dokumen negara.
Terkait pencatatan itu, Hamdan mengatakan, penentuan hukum pemimpin ingkar janji harus hati-hati. Alasannya, pemimpin terkadang memiliki kendala dalam mewujudkan rencana program-programnya sebagaimana telah disampaikan saat kampanye.
"Karena hambatan itu bisa saja menyangkut anggaran. Misalnya DPR tidak setuju dengan program yang akan dilaksanakan presiden tersebut," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.