Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beban Politik TVRI-RRI

Kompas.com - 03/06/2015, 15:24 WIB


Oleh: Agus Sudibyo

JAKARTA, KOMPAS - Melalui Rancangan Undang-Undang Radio-Televisi Republik Indonesia (RUU RTRI), saat ini sedang digodok upaya penyatuan TVRI dan RRI. Regulasi penyatuan dua institusi ini menjadi prioritas legislasi DPR tahun 2015.

Pihak-pihak yang mewakili TVRI, RRI, dan masyarakat sipil juga tengah membahas opsi status kelembagaan, struktur organisasi,  desain operasionalisasi, dan pendanaan RTRI.

Penyatuan TVRI dan RRI adalah gagasan yang masuk akal. Demi efisien anggaran, restrukturisasi kelembagaan dan penguatan kinerja lembaga penyiaran publik, dua lembaga itu layak untuk dilebur. Namun, pertanyaannya kemudian, dapatkah dipastikan UU RTRI akan benar- benar memperkuat kedudukan lembaga penyiaran publik di Indonesia? Apa kondisi politik faktual di DPR dan pemerintah telah kondusif bagi upaya perwujudan lembaga penyiaran publik yang independen dan melayani kepentingan publik?

Lembaga negara atau lembaga pemerintah?

Sebagai titik tolak, mari kita simak rumusan TVRI dan RRI sebagai lembaga penyiaran publik dalam UU No 32/2002 berikut ini: "lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat".

Didirikan negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan melayani kepentingan masyarakat! Di sinilah pokok masalah pelembagaan TVRI dan RRI sejauh ini. Berbagai pihak belum dapat memahami esensi dari prinsip-prinsip yang sekilas bertolak belakang itu. Didirikan negara, tetapi independen dan netral, bagaimana mewujudkan?

RRI dan TVRI tidak komersial, berarti tidak leluasa menerima iklan dan sponsorship layaknya media penyiaran swasta. Padahal, semua orang tahu media penyiaran adalah bisnis yang padat modal. Dari mana modal TVRI dan RRI? Dari anggaran negara, APBN. Jika dari APBN, bagaimana RRI dan TVRI bisa independen?

UU Penyiaran No 32/2002 lahir dari semangat reformasi tata kelola pemerintahan dan dilandasi perspektif demokrasi dalam pengelolaan sumber-sumber daya publik. Dalam perspektif ini, negara dengan berbagai institusinya, pertama-tama, adalah representasi masyarakat. Lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif hadir untuk mewakili dan melayani kepentingan masyarakat, dan bukan melayani kepentingan partikular pejabat publik. APBN ditempatkan sebagai dana publik yang harus dikelola untuk kepentingan masyarakat, dan bukannya dana milik pemerintah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com