Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: Ideologi PDI-P adalah Pancasila 1 Juni 1945

Kompas.com - 01/06/2015, 16:37 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali menegaskan bahwa ideologi partainya adalah Pancasila 1 Juni 1945. Ia menyampaikan, ideologi partai itu telah ditetapkan pada Kongres II PDI-P tahun 2005.

Megawati menjelaskan, dalam Kongres II PDI-P banyak pertanyaan mengenai ideologi PDI-P. Karena itu pula, kongres menetapkan bahwa ideologi PDI-P adalah Pancasila 1 Juni yang dibacakan Presiden Soekarno dalam sidang BPUPKI pada 1945.

"Untuk penegasannya, karena sering kali masih banyak yang mengatakan (Pancasila) 18 Agustus (1945) dan sebagainya. Maka, pada waktu itu (Kongres II) kita mengatakan (ideologi PDI-P adalah) yang dibacakan Bung Karno 1 Juni 1945," kata Megawati saat berpidato dalam acara peresmian kantor baru DPP PDI-P, di Jakarta Pusat, Senin (1/6/2015).

Megawati kemudian menjadikan 1 Juni 2015 sebagai momentum diresmikannya kantor DPP PDI-P. Ia berharap keberadaan kantor baru ini dapat lebih meningkatkan kinerja PDI-P dalam mengawal pemerintahan dan memperjuangkan program pro-rakyat.

Konsep Pancasila pertama kali disampaikan Presiden Soekarno dalam sidang BPUPKI, 1 Juni 1945. Saat itu, Bung Karno menyebut konsep Pancasila terdiri dari kebangsaan Indonesia, perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan.

Bung Karno juga sempat mengajukan konsep tiga sila (trisila) dan konsep satu sila (ekasila) yang memuat kata gotong royong sebagai substansi utamanya. Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara berlanjut dengan dibentuknya Tim Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945.

Piagam Jakarta memuat penyempurnaan konsep Pancasila yang disampaikan Bung Karno, yakni ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jelang disahkan pada 18 Agustus 1945, salah seorang anggota Tim Sembilan, AA Maramis, menemui Mohammad Hatta dan meminta ada perubahan dalam sila pertama. Menurut Maramis, sila pertama kurang nasionalis karena memuat kata "syariat Islam" dan dianggap tidak mengakomodasi warga negara pemeluk agama selain Islam.

Atas masukan Maramis itu, semua anggota Tim Sembilan akhirnya sepakat menyempurnakan sila pertama yang semula berbunyi "ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", sedangkan sila-sila yang lainnya tidak diubah dan tetap sama hingga saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com