JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji mengatakan, KPK berwenang mengangkat sendiri penyelidik dan penyidik independen. Ada pun yang dimaksud penyelidik dan penyidik independen adalah sumber daya manusia yang bukan berasal dari Polri atau Kejaksaan untuk ditarik menjadi penyelidik dan penyidik KPK.
"Penyelidik dan penyidik bisa diangkat oleh pimpinan. Prinsipnya kita begitu, tidak bisa diinterpretasikan lain. Itu namanya lex spesialist," ujar Indriyanto di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/5/2015) malam.
Indriyanto mengatakan, KPK memiliki regulasi tersendiri dalam mengangkat penyelidik dan penyidik. Hal tersebut tercantum dalam pasal 43 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang berbunyi: "Penyelidik adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi".
Indriyanto juga mengacu pada pasal 45 ayat (1), yang berbunyi "Penyidik adalah penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi".
Peraturan mengenai penyelidik dan penyidik berdasarkan UU KPK berbeda dengan yang tertera pada KUHAP. Dalam Pasal 8 ayat (1) Tahun 1981 menyatakan bahwa penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Sementara penyelidik adalah pejabat Polri yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Indriyanto menilai, dua perundang-undangan ini lah yang memicu perdebatan keabsahan penyidik KPK.
"UU KPK punya aturan khusus sendiri mengenai penyelidik sebagai subjeknya maupun proses penyelidikan. Sangat berlainan dengan KUHAP," ujarnya.
Status penyelidik dan penyidik KPK menjadi kontroversial dalam sidang praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Hadi Poernomo. Hakim memutuskan bahwa penyelidikan Hadi tidak sah karena penyelidik KPK yang menangani perkaranya bukan berasal dari Polri.
"Yang dijelaskan oleh hakim adalah proses penyelidikan yang ada di KUHAP yang kita tidak tunduk atas itu. Ini disitir hakim," kata Indriyanto.
Indriyanto mengatakan, biro hukum KPK telah menjelaskan bahwa KPK menggunakan UU lex spesialist yang memiliki regulasi tersendiri. Ia mengatakan, KPK baru bisa menetapkan dua tersangka jika sudah menemukan minimal dua alat bukti yang silakukan di akhir penyelidikan.
"Agak keliru hakim seolah-olah penyelidikan KPK tunduk KUHAP. Ini yang harus kita perbaiki," kata dia.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo terhadap KPK. Dalam pertimbangannya, Haswandi menyatakan, bahwa KPK telah melanggar prosedur dalam menetapkan seorang tersangka. Hadi ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang pada 21 April 2015, atau bertepatan saat KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin Dik-17/01/04/2014.
"Menimbang, dengan demikian harus ada proses penyidikan terlebih dahulu sebelum ditetapkan tersangkanya," ujar hakim.
Ini adalah kekalahan ketiga KPK dalam sidang praperadilan terkait penetapan tersangka status seseorang. Sebelumnya, KPK telah kalah dalam dua sidang praperadilan yakni terkait penetapan tersangka mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan mantan Kalemdikpol Komjen Budi Gunawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.