Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: Kasus Beras Plastik Tak Bisa Dianggap Remeh

Kompas.com - 25/05/2015, 15:14 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengapresiasi gerak cepat pemerintah dalam menangani kasus beredarnya beras sintetis. Berbagai upaya pemerintah, mulai dari penarikan beras plastik hingga menangkap para penyelundupnya, sudah menunjukkan bahwa pemerintah menunjukkan keseriusan.

"Beredarnya beras plastik tidak bisa dianggap remeh. Selain menyentuh aspek kedaulatan ekonomi, juga membahayakan rakyat, mengingat negara bertugas melindungi segenap bangsa dan wilayah Indonesia. Karena itulah, pemerintah tidak boleh kalah," kata Sekjen DPP PDI-P Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/5/2015).

PDI-P berharap kasus beredarnya beras plastik ini menjadi momentum bagi pemerintah dan petani untuk mewujudkan kedaulatan pangan sehingga kasus beras palsu tidak akan terulang lagi.

"Beredarnya beras plastik tidak hanya pelanggaran kedaulatan wilayah. Atas dasar hal itu, PDI-P memberikan dukungan pemerintah untuk menggunakan alat negara untuk menangkap 'pelaku kejahatan ekonomi' tersebut," kata Hasto.

Hasto menambahkan, pemerintah mewaspadai bahwa beredarnya beras plastik tersebut sebagai bagian dari sindikat impor beras. Untuk itu, pemberantasan beras ilegal tersebut harus menjadi momentum untuk memerangi para penyelundup.

"PDI-P mengajak semua pihak untuk memperhatikan pada upaya mewujudkan kedaulatan pangan yang membuat petani Indonesia berproduksi dan merdeka di tanah airnya sendiri," ujarnya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman sebelumnya mengatakan, beras plastik tidak mungkin menguntungkan dibandingkan beras asli karena harganya lebih mahal. (Baca: Mentan: Beras Plastik Tidak Mungkin Menguntungkan)

"Secara bisnis ini tidak memungkinkan, plastik Rp 12.000 per satu kilogram, sedangkan beras Rp 7.300 per satu kilogram," kata Amran.

Presiden Joko Widodo meminta masyarakat sabar dan tidak gegabah dalam menanggapi kasus beras sintetis. Jokowi juga meminta media untuk tidak membesar-besarkan masalah beras sintetis karena masih dalam tahap penelitian para ahli. (Baca: Jokowi Minta Kasus Beras Plastik Jangan Dibesar-besarkan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com