Hasil pendataan Sekretariat Negara pada 2010, ada sekitar 16.000 koleksi benda seni berharga yang tersimpan di Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta; Istana Bogor, Jawa Barat; Istana Cipanas di Cianjur, Jabar; Istana Tampaksiring di Bali; serta Gedung Agung di Yogyakarta. Karya seni yang sebagian besar adalah koleksi era Presiden Soekarno itu terdiri dari 2.700 lukisan, 1.600 patung, dan 11.800 karya kriya atau kerajinan.
Meski hasil taksiran saat itu menyebutkan semua koleksi benda seni tersebut nilainya mencapai Rp 1,5 triliun, bisa saja nilai riilnya lebih dari itu. Di antara koleksi seni itu ada sejumlah mahakarya dari maestro lukis Indonesia yang mendunia, seperti Raden Saleh, S Soedjojono, Affandi, Basoeki Abdullah, dan Dullah. Ada pula karya pelukis dunia, seperti Konstantin Egorovich Makovsky (Rusia), Diego Rivera (Meksiko), dan Lee Man Fong (asal Tiongkok yang menjadi WNI).
Karya Raden Saleh berjudul "Penangkapan Pangeran Diponegoro" (1857) dan "Harimau Minum" (1863) termasuk mahakarya koleksi Istana yang berusia lebih dari satu setengah abad. Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" juga memiliki makna historis dan patriotik. Lukisan itu sengaja dibuat untuk "melawan" perspektif sejarah yang terlebih dahulu dihadirkan pelukis Belanda, Nicolaas Pieneman, melalui karyanya yang berjudul "Penyerahan Diri Diponegoro" (1835).
Lukisan Raden Saleh menampilkan sosok Pangeran Diponegoro dengan sorot mata tajam menantang Jenderal De Kock saat ditangkap secara licik oleh Belanda, sementara Pienneman menghadirkan sosok Diponegoro yang tertunduk layaknya petarung yang kalah dan menyerah.
Dua lukisan Makovsky yang menjadi koleksi Istana juga termasuk mahakarya yang berharga dan cukup tua. Lukisan berjudul "Pribite Nevesti" atau Perkawinan Adat Rusia (1881) dan "Vakchanalia" atau Di Kayangan (1891) merupakan dua dari tiga karya berukuran "besar", yakni sekitar 3 meter x 4 meter yang pernah dibuat sepanjang karier Makovsky. Selebihnya, karya Makovsky yang lain berukuran lebih kecil.