Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Kementerian ESDM Diduga Terlibat Korupsi Penjualan Kondensat

Kompas.com - 13/05/2015, 08:12 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri terus mengembangkan perkara dugaan korupsi penjualan kondensat. Selain melibatkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI), kasus itu diduga melibatkan pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengatakan bahwa dugaan keterlibatan oknum Kementerian ESDM tersebut didapatkan setelah penyidik memeriksa empat dari enam saksi, Rabu (12/5/2015) kemarin. Empat saksi tersebut adalah pejabat di SKK Migas dan pejabat PT TPPI. Adapun dua saksi yang seharusnya hadir tidak memenuhi panggilan penyidik.

"Setelah pemeriksaan empat, kami melakukan gelar perkara. Hasilnya, kami menduga ada keterlibatan (Kementerian ESDM). Saksi-saksi mengarah ke sana," ujar Victor saat dihubungi, Rabu (13/5/2015) pagi.

Dari empat saksi itu, diketahui bahwa Kementerian ESDM sebagai lembaga yang menaungi SKK Migas membiarkan SKK Migas menyetujui kontrak penjualan kondensat dengan PT TPPI pada Maret 2009. Pada tahun 2008, SKK Migas tidak menyetujui kontrak penjualan karena PT TPPI mengalami persoalan finansial.

Kerja sama tersebut menuai kerugian negara dalam jumlah besar. Tahun 2010, PT TPPI tidak menyerahkan uang hasil penjualan kondensat sebesar 208 juta dollar AS. PT TPPI sempat membayar sebesar 140 juta dollar AS. Namun, PT TPPI kembali tidak menyerahkan hasil penjualan pada 2011 sebesar 31 juta dollar AS. Akhir tahun 2011, total tunggakan PT TPPI mencapai 142 juta dollar AS ditambah penalti karena mengendapkan uang negara.

"Seharusnya ada penalti lagi karena di tahun-tahun selanjutnya dia (PT TPPI) tidak kunjung menyerahkan hasil penjualan ke negara, tetapi entah kenapa tidak dihitung itu. Kan ini jadi pertanyaan, ada apa ini?" ujar Victor.

Victor belum mau mengungkap siapa pejabat di Kementerian ESDM yang diduga terlibat di dalam dugaan korupsi tersebut. Polisi akan terus mengembangkan perkara ini dengan memeriksa seluruh saksi yang ada.

Polisi memperkirakan jumlah kerugian negara akibat korupsi dan pencucian uang penjualan kondensat ini mencapai triliunan rupiah. Kasus ini diduga melibatkan pejabat PT TPPPI dan pejabat dari SKK Migas. Ada tiga tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini, yakni HW, RP dan DH.

Tahun 2009, SKK Migas melakukan proses penunjukan langsung penjualan kondensat bagian negara kepada PT TPPI. Penunjukan langsung itu tidak melalui ketentuan berdasarkan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-20/BP0000/2003-SO tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-SO tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Konsensat Bagian Negara. Tindakan itu melanggar Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com