MAKASSAR, KOMPAS.com — Anggota DPR RI asal Sulsel, Akbar Faizal (47), mencurahkan isi hatinya terkait dengan rencana pengangkatan beberapa alumnus dari Universitas Harvard di dalam Kantor Staf Kepresidenan. Curhatan yang diduga berasal dari pesan jejaring sosial mantan anggota Tim Transisi itu kemudian menyebar di media sosial.
Apa isi surat anggota Fraksi Nasdem yang kini berada di Komisi III DPR itu? Berikut kutipan lengkapnya (dengan beberapa perbaikan typo text):
Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf ini sebab sejujurnya "tak ada" dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda, Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak Jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya.
Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam-macam.
Misalnya, "Akh...karena AF (Akbar Faisal) kecewa tidak jadi menteri dan lain lain. Dan masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan.
Termasuk surat presiden ke DPR tentang Komjen (Pol) Budi Gunawan yang disusul kontroversi lainnya.
Ke mana para pemikir Tata Negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga.
Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal tol karena setiap hari melalui macet--persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang sebagai Gubernur DKI--dari rumahnya (Refly) di Buaran sana.
Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi-JK, saya ingin kalian di Istana fokus pada tugas yang lebih membumi.
Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sand zak (karung latihan tinju) oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, misalnya, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atawa parpol pendukung).
Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di ring 1 presiden kini sukses melakukan deparpolisasi dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan presiden/pemerintah.
Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang. Entah apa mereka (masih) mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya.
Saya hanya minta kalian disana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.
Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini.
Tapi saya harus lakukan sebagai berikut; menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.