"Konteks kasus ini dilatarbelakangi sikap kritis Denny yang membela KPK dan mengkritik Budi Gunawan dan korps kepolisian. Selain kasus ini, ada beberapa laporan Polisi ke Denny Indrayana yang tiba-tiba muncul setelah ia menunjukan sikap kritis membela KPK. Salah satunya mengenai pernyataan 'jurus mabuk' Budi Gunawan," ujar Denny, melalui surat yang diberikan kepada kuasa hukumnya.
Denny menduga, penetapannya sebagai tersangka merupakan kriminalisasi terhadap dirinya berdasarkan rangkaian proses penyelidikan dan penyidikan yang janggal. Pertama, penyidikan dilakukan tanpa penyelidikan. Hal ini, menurut dia, dilihat dari waktu yang sama antara pembuatan laporan Polisi dengan surat perintah penyidikan yakni 24 Februari 2015.
Kedua, penyidik dianggap terlambat memberi Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke penuntut umum. Menurut dia, tidak mungkin SPDP diterima penuntut pada hari yang sama dengan dibuatnya laporan. Hal ini dianggap melanggar Pasal 109 ayat (1) KUHP dan Pasal 25 ayat (1) Perkap Nomor 14 Tahun 2012.
Ketiga, penyidikan terhadap Denny dinilai prematur. Salah satu pasal yang disangkakan ke Denny adalah Pasal 55 KUHP, yakni menyuruh atau memfasilitasi tindak pidana sehingga mestinya ada penetapan tersangka yang lain terlebih dahulu.
Hal itu ditanggapi dingin oleh Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes (Pol) Rikwanto. Rikwanto meminta Denny Indrayana tidak menebar opini bahwa dirinya adalah korban kriminalisasi.
"Jangan seperti itulah ya. Sebaiknya jika ada pernyataan apa pun, dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Itu jauh lebih baik," ujar Rikwanto.
Rikwanto menegaskan bahwa proses hukum yang menimpa Denny bukan kriminalisasi. ia menyebut, istilah kriminalisasi adalah menciptakan perkara hukum yang tidak ada menjadi ada. Sementara, perkara hukum Denny memiliki unsur pidana dan penyalahgunaan wewenang serta layak untuk diproses.
"Apalagi ada pelapornya. Silakan tanya saja ke pelapor, apakah dia melapor, polisi yang suruh? Ini murni proses hukum," lanjut Rikwanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.