Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inspektorat Belum Paripurna Cegah Korupsi

Kompas.com - 26/03/2015, 15:00 WIB


Oleh: A Ponco Anggoro

JAKARTA, KOMPAS - Bertahun-tahun, inspektorat hanya menjadi semacam pelengkap dalam struktur pemerintahan. Kini saat Presiden Joko Widodo hendak menitikberatkan agenda pemberantasan korupsi pada unsur pencegahan, keberadaan inspektorat di setiap instansi pemerintahan seharusnya tak hanya sebatas pelengkap.

Peran inspektorat terus dipertanyakan saat ratusan pejabat di negeri ini terjerat tindak pidana korupsi. Sepanjang 2009-2014, dari 439 kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, 45,33 persen melibatkan penyelenggara pemerintahan. Ini diperkuat data Kementerian Dalam Negeri yang menunjukkan, sejak era otonomi daerah hingga 2014, sebanyak 318 kepala/wakil kepala daerah tersangkut korupsi.

Inspektorat seperti tak hadir mencegah maraknya penyimpangan. Padahal, inspektorat seharusnya menjadi alat deteksi dini. Posisi inspektorat yang melekat di setiap instansi pemerintahan memungkinkan mereka mengawasi secara detail penggunaan keuangan negara untuk mencegah penyimpangan.

Banyak kalangan menilai, gagal menyalanya alarm deteksi dini inspektorat merupakan hal yang lumrah. Sebab, selama ini, inspektorat hanya bawahan menteri/kepala lembaga dan kepala daerah. Dalam kondisi itu, tidak jarang peringatan yang dikeluarkan inspektorat diabaikan begitu saja. Bahkan, bisa jadi lebih buruk, tak sekadar diabaikan, mereka yang memperingatkan justru kerap dianggap musuh dalam selimut. Sanksinya, bisa saja dibebastugaskan, dimutasi, atau kariernya dipersulit.

Akhirnya mau tidak mau inspektorat harus menurut kata pimpinan. Tidak ada lagi independensi bagi inspektorat dalam melaksanakan tugas dengan maksimal. Padahal, independensi menjadi salah satu unsur penting bagi pengawas.

Selain faktor independensi, hasil pemetaan kapabilitas inspektorat tahun 2012 yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan kapasitas dan profesionalisme inspektorat masih lemah.

Berdasarkan pemetaan itu, 93,96 persen inspektorat masih di level 1 dari lima level yang menjadi dasar penilaian. Artinya, inspektorat belum mampu memberikan jaminan program atau kegiatan pemerintah telah sesuai aturan. Inspektorat juga belum mampu mencegah korupsi serta memberikan jaminan atas efisiensi dan efektivitas kegiatan pemerintah.

Kondisi lain yang dihadapi inspektorat adalah minimnya jumlah auditor. Dari kebutuhan sekitar 40.000 auditor, yang tersedia baru sekitar 11.000 orang.

Kondisi itu tidak bertambah baik karena formasi calon pegawai negeri sipil untuk posisi auditor, yang tidak pernah sesuai kebutuhan. Kondisi tersebut justru diperburuk karena inspektorat kerap menjadi tempat penampungan pegawai yang tidak disukai pimpinan.

Penguatan inspektorat

Pada era Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, tahun 2011-2014, kementerian itu sebenarnya sudah merumuskan cara penguatan inspektorat melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pengawasan Internal Pemerintahan (SPIP).

Dalam RUU itu, unit inspektorat tidak lagi di bawah menteri/kepala lembaga dan kepala daerah. Inspektorat berada di bawah unit baru, Inspektorat Nasional, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Dengan cara seperti itu, inspektorat diyakini bisa independen dan profesional.

Selain itu, BPKP diusulkan digabung ke dalam Inspektorat Nasional. Jika itu terjadi, akan didapat orang-orang yang lebih kompeten karena menguasai audit kinerja dan keuangan. Sementara untuk menjamin kapabilitas, pegawai inspektorat dan pimpinannya harus berkompetensi auditor.

Namun, karena tidak cukup waktu, RUU tersebut tidak sempat dibahas di DPR. RUU serupa kemudian dimasukkan pemerintahan saat ini dalam Program Legislasi Nasional tahun 2015-2019. Dari hasil pembahasan dengan DPR, RUU itu tidak menjadi prioritas untuk diselesaikan tahun ini. Jadi bisa saja baru dibahas dan disahkan antara tahun 2016 dan 2019.

"Padahal, jika disahkan tahun ini, kerja pemerintah hingga tahun 2019 akan banyak terbantu. Inspektorat bisa mengawasi dan mengevaluasi setiap kebijakan Presiden, terutama jalannya di daerah. Selain itu, keinginan Presiden mencegah korupsi bisa lebih nyata," ujar Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksana Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng.

Karena RUU SPIP belum disahkan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi lalu merumuskan rancangan Instruksi Presiden tentang Revitalisasi Peran dan Fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

Dalam rancangan inpres itu, inspektorat tidak berdiri sendiri seperti diusulkan dalam RUU SPIP. Tim penyusun sadar tidak mungkin inpres bisa mengubah aturan yang lebih tinggi, yaitu sejumlah undang-undang, yang telah memosisikan inspektorat di bawah menteri/kepala lembaga dan kepala daerah.

Meski demikian, melalui inpres, tim penyusun mencoba cara lain agar penguatan inspektorat tetap bisa dicapai. Di antaranya, untuk meningkatkan kapasitas dan profesionalisme, kepala inspektorat atau disebut inspektur jenderal/inspektur utama/inspektur harus memiliki sertifikasi khusus. Selain itu, semua aparat pengawasan di inspektorat harus memiliki sertifikasi fungsional auditor. Setiap inspektorat juga harus melaporkan secara berkala upaya-upaya penguatan peran dan fungsi yang telah dilakukan BPKP. Namun, sejak dibahas akhir tahun lalu, kelanjutan rancangan inpres ini pun belum jelas.

Saat bersamaan, Presiden justru mengeluarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2014 tentang Peningkatan Kualitas Sistem Pengendalian Intern dan Keandalan Penyelenggaraan Fungsi Pengawasan Intern dalam Rangka Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat, 31 Desember 2014.

Melalui inpres itu, Presiden juga menyinggung perlunya peran aparat pengawasan intern pemerintah, seperti inspektorat, diintensifkan untuk meningkatkan kualitas, transparansi, akuntabilitas, dan mencegah korupsi. Namun, bagaimana caranya, Presiden tidak menjelaskan.

Sementara BPKP dalam Inpres No 9/2014 diberi tugas lebih detail oleh Presiden untuk melakukan pengawasan dalam rangka meningkatkan penerimaan negara/daerah serta efisiensi dan efektivitas anggaran pengeluaran negara/daerah.

Menurut Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan, dalam kerangka pencegahan korupsi, BPKP tidak bisa bekerja sendiri. Peran inspektorat juga penting. Terlebih inspektorat tersebar di setiap instansi pemerintah, tidak seperti BPKP yang posisinya hanya di ibu kota provinsi. "Bahkan, peran pengawasan dan pencegahan korupsi akan lebih kuat dan efisien jika kedua lembaga ini dilebur," tambahnya.

Deputi Keuangan Daerah BPKP Dadang Kurnia juga mengatakan, penguatan kapasitas inspektorat seperti tertuang dalam rancangan inpres ataupun RUU SPIP yang disusun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi penting dalam kerangka pencegahan korupsi.

"Inpres No 192/2014 (tentang BPKP) dan Inpres No 9/2014 yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo memang meminta BPKP meningkatkan kapasitas inspektorat dan membangun sinergi dengan inspektorat. Namun, penguatan inspektorat akan lebih maksimal jika rancangan inpres dan RUU SPIP itu sudah berlaku. Satu keunggulan inspektorat, mereka setiap saat bisa mengawasi instansi pemerintah, tidak seperti BPKP," katanya.

Satu hal lain yang perlu dibenahi, hubungan antarlembaga pengawas seperti inspektorat, BPKP, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, belum adanya cetak biru pengawasan membuat tugas antarlembaga pengawas kerap tumpang tindih. Alhasil, pengawasan tidak efisien.

* Artikel ini sebelumnya tayang di Harian Kompas edisi Kamis (26/3/2015)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Saksi Ungkap Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton Jadi Baja untuk Bantu Industri Baja Nasional

Nasional
Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Pendidikan dan Penguatan Demokrasi

Nasional
Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Divonis 9 Tahun Penjara di Kasus LNG, Karen Agustiawan Banding

Nasional
Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Jokowi Kunker ke Kalimantan Tengah untuk Cek Bantuan Pompa Air

Nasional
Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Saat Kominfo Mengaku Tak Takut terhadap Peretas PDN yang Minta Rp 131 Miliar, Klaim Pegawainya Kerja 24 Jam

Nasional
Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Gerindra: Prabowo Tak Berhalangan untuk Menemui Lawan Politik

Nasional
Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Komisi I DPR Panggil Menkominfo dan BSSN Besok, Tuntut Penjelasan soal PDN Diserang

Nasional
Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Langsung Sasar Bandar, Prioritaskan Pencegahan

Nasional
Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Pendaftaran Capim dan Dewas KPK 2024-2929 Mulai Dibuka

Nasional
PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi 'Online'

PKK sampai Karang Taruna Dilibatkan Buat Perangi Judi "Online"

Nasional
4 Bandar Besar Judi 'Online' di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

4 Bandar Besar Judi "Online" di Dalam Negeri Sudah Terdeteksi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

[POPULER NASIONAL] Pertemuan Presiden PKS dan Ketum Nasdem Sebelum Usung Sohibul | 3 Anak Yusril Jadi Petinggi PBB

Nasional
Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Belajar dari Peretasan PDN, Pemerintah Ingin Bangun Transformasi Digital yang Aman dan Kuat

Nasional
Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Perubahan Konstruksi Tol MBZ dari Beton ke Baja Disebut Disetujui Menteri PUPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com