“Dulu tahun 2001, ada upaya serangan dengan racun. Sebuah kelompok di Kemayoran mengekstrak buah jarak untuk mendapatkan racun, dengan rencana untuk menyebarkannya di kantin-kantin polisi. Mereka juga pernah uji coba melancarkan aksi pembakaran di Pasar Glodok tahun 2013. Jadi ini bagian dari eksperimen atau ujicoba dari kelompok-kelompok teror untuk mencari model-model serangan baru.
Indonesia bukan prioritas
Serangan kimia yang pertama kali di Indonesia ini memang merupakan ciri khas ISIS, dan ada kemungkinan dilancarkan oleh seorang pejihad eks Suriah. Betapapun, untuk menyebut bahwa serangan itu benar-benar dilancarkan dalam komando ISIS, masih terlalu terburu-buru, kata Solahudin.
Dalam data Sola, justru aksi-aksi teror di Indonesia belakangan ini menurun.
“Pertama, karena keberhasilan langkah anti-teror polisi, kedua kapasitas kelompok-kelompok teror melemah. Namun yang ketiga adalah karena kelompok-kelompok teror itu kini menganggap bahwa “jihad” di Indonesia sudah tidak merupakan prioritas. Yang lebih prioritas dan utama adalah “jihad” di Suriah. Berangkatlah mereka ke Suriah dengan berbagai cara,” papar Solahudin pula.
Dalam catatan polisi, kata Irjen Tito Karnavian, sudah ada 159 orang Indonesia yang bisa dipastikan berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, termasuk dua orang yang tewas sebagai pelaku serangan bom bunuh diri.
Ini jumlah yang tampak kecil dibanding angka lebih dari 500 yang banyak disebut oleh kalangan DPR dan Kemenlu. Namun, kata Tito, “angka 159 ini adalah orang-orang yang sudah jelas identitasnya, sudah kami cek ulang ke keluarga mereka.”
Sidney Jones, ahli terorisme Asia Tenggara, direktur Institute for Policy Analysis of Conflict, mengatakan, jumlah orang Indonesia yang ke Suriah dan Irak memang mencapai lebih dari 500 orang. “Namun sebagian pergi ke sana bukan untuk melancarkan gerakan kekerasan atau aksi bersenjata, tapi untuk melakukan kegiatan kemanusiaan,” ungkapnya.
Disebutkan Sidney Jones, banyak juga yang berangkat ke Suriah dengan tujuan untuk hidup dalam suatu wilayah yang diandaikan menjalankan keislaman secara penuh sebagaimana mereka bayangkan terjadi di zaman Nabi Muhammad.
Karena itu, kata Sidney Jones, ada sejumlah keluarga dengan anak kecil yang berangkat ke sana, yang memunculkan gambaran memprihatinkan ketika ditampilkan foto-foto anak-anak kecil berbahasa Indonesia menjalani pelatihan militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.