Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Dana untuk Partai Politik

Kompas.com - 16/03/2015, 15:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Peningkatan bantuan APBN dicanangkan Menteri Dalam Negeri untuk mengurangi pencarian dana ilegal oleh partai politik. Namun, rencana itu kemungkinan mendapat tentangan publik. Pasalnya, citra parpol telanjur buruk di mata rakyat.

Pada awal Maret 2015, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mewacanakan pemberian bantuan keuangan partai politik sebesar Rp 1 triliun per partai. Gagasan ini dilontarkan karena selama ini dana untuk parpol dianggap terlalu minim sehingga tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan-kegiatan pokok partai. Realita kantong cekak partai politik tersebut dinilai mengakibatkan kecenderungan sejumlah politisi melakukan berbagai cara demi membiayai kegiatan operasional partai termasuk dengan cara korupsi.

Apa yang digulirkan Mendagri itu tampaknya ditanggapi publik dengan penolakan. Hal ini tecermin dalam hasil jajak pendapat Kompas pekan lalu yang menunjukkan bahwa mayoritas responden (72,8 persen) menolak peningkatan bantuan dana untuk parpol dari APBN. Hanya 23,4 persen responden yang menyatakan setuju dengan gagasan menaikkan jumlah bantuan negara kepada parpol tersebut. Pola seperti ini tercatat mirip dengan jajak pendapat dana untuk parpol pada 2011.

Publik juga cenderung memilih jumlah bantuan negara yang minimal dari kebutuhan dana partai politik, ketimbang dalam jumlah yang memadai. Bahkan, sepertiga responden tidak setuju pemerintah memberikan sepeser pun uang negara untuk mendanai kegiatan parpol. Sebanyak 41,6 persen responden menilai bantuan keuangan untuk parpol sebaiknya cukup sebagian kecil saja dari jumlah yang diperlukan dan 11,8 persen lainnya menilai sebaiknya mencapai separuh kebutuhan parpol.

Alasan pertama yang diajukan publik terkait dengan signifikansi kegiatan parpol. Bagi publik, masih banyak kebutuhan lain yang jauh lebih mendesak ketimbang membiayai parpol. Lebih dari separuh responden (62,3 persen) mengungkapkan bahwa dana APBN lebih baik digunakan untuk program peningkatan kesejahteraan rakyat dibandingkan dengan membiayai parpol.

Kepercayaan rendah

Di balik penyikapan tersebut adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik. Delapan dari 10 responden yakin bahwa sebesar apa pun dana APBN disalurkan kepada parpol, belum bisa menjamin praktik korupsi berhenti.

Sikap menentang rencana Mendagri tersebut mencerminkan bahwa kepercayaan terhadap parpol masih belum pulih. Sebanyak 82,4 persen responden menilai, tanggung jawab keuangan parpol terletak di pundak kader partai itu sendiri. Sekitar separuh responden tak peduli cara parpol mendapatkan dana selama mereka bukan menggunakan uang rakyat.

Tampaknya publik memandang bahwa parpol dan rakyat menapak di jalan yang sama sekali berbeda. Bahkan, 73 persen responden menyatakan enggan menyumbang parpol yang mereka pilih saat pemilihan umum.

Bagi mereka, parpol tidak pernah membela kepentingan rakyat. Hal ini membuat pilihan parpol hanya dirasa sebagai formalitas yang tak bertahan lama.

Perbedaan tujuan antara parpol dan rakyat, di mata publik berakar dari buruknya penilaian terhadap kinerja parpol. Sebanyak 78,8 persen responden menilai parpol belum mampu menyalurkan aspirasi rakyat. Mereka menganggap kader-kader parpol yang menjadi wakil rakyat tidak kompeten dan bersih (71,9 persen). Publik pun bertanya-tanya, para kader parpol yang berada di gedung parlemen sesungguhnya mewakili suara siapa.

Lebih dari separuh responden melihat, alih-alih memperjuangkan kepentingan rakyat, kepentingan pemilik modal besarlah yang cenderung paling memengaruhi kiprah partai. Bahkan, menurut responden, partai yang seharusnya menjadi sarana untuk mencegah pemerintahan yang otoriter dan korup, justru bersekongkol dan terlibat dalam praktik korupsi berjamaah.

Parpol juga dinilai sebagai lembaga yang kesetiaannya mudah berpindah kepada siapa pun yang memodali mereka. Pemberian dana APBN dinilai hanya sebagai peralihan dari pemilik modal saja. Sebanyak 72,6 persen responden khawatir jika sebagian besar dana parpol berasal dari APBN, parpol justru akan dikendalikan rezim yang berkuasa.

Proporsi responden yang sama meyakini pula bahwa parpol tidak akan puas dengan dana dari pemerintah dan tetap mencari sumber dana lain secara ilegal. Dengan demikian, lebih dari dua per tiga responden percaya bahwa meskipun dana negara mencukupi, tetap saja parpol akan dikuasai oleh pemilik modal besar.

Pembiayaan legal

Seusai Pemilu Legislatif 2014, negara memberikan bantuan keuangan sebesar Rp 13,17 miliar untuk semua parpol yang lolos ke DPR. Jumlah bantuan tersebut dipandang masih sangat jauh dari mencukupi oleh parpol. Sebagai perbandingan, setiap parpol mengeluarkan ratusan miliar rupiah untuk pengeluaran dana kampanye pada Pemilu Legislatif 2014. Jumlah itu belum untuk kebutuhan rutin membiayai operasional kantor partai di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, sampai tingkat desa.

Sebenarnya, bantuan keuangan negara, baik sebagian maupun sepenuhnya, merupakan salah satu cara mengantisipasi parpol mendapatkan dana secara ilegal. Hal seperti ini sudah dipraktikkan di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Swedia, yang mana sebagian kebutuhan dana parpol ditanggung oleh negara. Hal itu dilakukan untuk memastikan parpol tidak menggunakan dana ilegal untuk membiayai kegiatan politiknya.

Memang di Indonesia, negara baru membiayai sebagian kecil kegiatan parpol, terutama dalam bidang pendidikan politik, sejak UU No 2/1999 tentang Partai Politik, yang kini menjadi UU 2/2011 tentang Perubahan UU 2/2008 tentang Partai Politik berlaku. Namun, jumlah bantuan tersebut dinilai terlalu kecil di tengah sistem pemilu langsung yang sarat dengan perang pembentukan opini. Akibatnya, pembicaraan kini bergulir pada peningkatan besaran bantuan negara, yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 ditetapkan senilai Rp 108 per suara dalam pemilu.

Meskipun sebagian besar responden menolak, seperlima responden lain dapat memaklumi rencana peningkatan porsi dana APBN untuk parpol. Lebih dari separuh responden yang setuju itu memberikan alasan bahwa dengan dana dari negara, parpol wajib untuk melaporkan keuangannya secara terbuka.

Selama ini, informasi mengenai sumber dan penggunaan dana parpol sangat sulit diakses masyarakat. Padahal, negara ikut membiayai sebagian kegiatan parpol tersebut.

Tuntutan publik terhadap transparansi keuangan parpol berlandaskan kepada keinginan untuk memastikan APBN benar-benar digunakan untuk kepentingan bangsa.

Selain itu, jika peningkatan dana APBN untuk parpol benar-benar dilaksanakan, dua dari tiga responden berharap batasan jumlah maksimal sumbangan kader dan simpatisan dikurangi. Dengan demikian, publik berharap tuntutan iuran untuk parpol tak terlalu membebani kader sehingga tindak pidana korupsi pun bisa berkurang.

Menyoal dana parpol memang bagaikan lingkaran yang tak berujung. Tanpa dana, kegiatan parpol tidak akan berjalan dan sistem demokrasi pun akan terganggu. Parpol yang kesulitan pembiayaan juga akan menjadi bergantung pada penyumbang besar dan praktik-praktik ilegal. Untuk memutus lingkaran tersebut perlu diciptakan sistem agar dana operasional tidak lagi menjadi kekhawatiran bagi parpol.

Namun, legitimasi dari rakyat sangatlah penting. Parpol harus bersikap terbuka dan mendekatkan diri pada masyarakat. Sepanjang parpol mampu menunjukkan kinerja yang baik dan transparan, niscaya rakyat akan mendukung peningkatan bantuan dana dari APBN untuk membiayai parpol. (AYU SIANTORO/LITBANG KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Wakasad Kunjungi Pabrik “Drone” Bayraktar di Turkiye

Nasional
Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Usung Anies di Pilkada Jakarta 2024, PKS Dianggap Menjaga Daya Tawar Politik

Nasional
Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com