Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Duga Ada Rekayasa dalam Kasus Anak Nias yang Dihukum Mati

Kompas.com - 16/03/2015, 13:53 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengecam hukuman mati terhadap seorang warga Nias, Sumatera Utara, bernama Yusman Telaumbanua. Menurut Staf Advokasi Hak Sipil dan Politik Kontras, Arif Nur Fikri, diduga ada rekayasa kasus oleh penegak hukum setempat dalam tindak pidana yang menjerat Yusman.

Arif mengatakan, Yusman dan kakak iparnya, Rasula Hia didakwa melakukan pembunuhan terhadap tiga orang majikan Yusman yang ingin membeli tokek. Namun, kata Arif, Kontras menemukan kejanggalan yang terjadi mulai dari proses penyidikan hingga persidangan.

"Ini kasus sudah lama, tahun 2012. Tapi ada beberapa kejanggalan setelah kita pelajari. Misalnya dalam proses pemeriksaan oleh penyidik hingga persidangan, mereka tidak didampingi penasihat hukum," kata Arif, di Kantor Kontras, Jakarta, Senin (16/3/2015).

Selain itu, kata Arif, penyidik hanya menggali fakta berasarkan keterangan kedua terdakwa tanpa meminta keterangan saksi lainnya. Terlebih lagi, lanjut dia, pengakuan yang diutarakan Yusman dan Rasula dibawah tekanan penyidik dengan ancaman penyiksaan.

"Dalam proses penyidikan, tidak ada seorang saksi pun yang menguatkan bahwa Yusman dan Rasulah terlibat dalam pembunuhan berencana tersebut," ujar Arif.

Sementara itu, empat orang yang diduga sebagai pelaku utama dari peristiwa pembunuhan tersebut, yaitu Amosi Hia, Ama Pasti Hia, Ama Fandi Hia, dan Jeni yang masuk daftar pencarian orang, hingga kini belum juga ditangkap. Selain itu, adanya perubahan motif pembunuhan terhadap ketiga korban pada proses persidangan.

Sejak awal penyidikan, Yusman dan Rasula disangkakan melakukan pembunuhan karena uang pembelian tokek senilai Rp 500 juta.

"Tapi dalam proses persidangan, motif tersebut beeubah karena tidak terbukti. Jadi motif diganti dengan penjualan kepala korban sebagai jimat. Memang kepala dua korban ini hilang," ujar dia.

Kontras juga menemukan bahwa identitas tahun kelahiran Yusman dipalsukan. Saat dituntut, berdasarkan akta baptisnya, usia Yusman seharusnya masih berusia 16 tahun. Namun, penyidik mengubahnya menjadi usia 19 tahun sehingga bisa divonis hukuman mati.

"Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana tidak boleh dijatuhi hukuman mati," kata Arif.

Sementara itu, Koordinator Kontras Haris Azhar menduga pihak kepolisian hingga kejaksaan yang memproses hukum Yusman dan Rasulah kompak "bermain" dalam kasus tersebut. Menurut Haris, bisa saja polisi merekayasa kasus untuk mencari sensasi dan mengejar target kasus.

"Bisa jadi motif kejar setoran kasus," kata Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com