Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dijerat Dua Dakwaan, Muhtar Ependy Divonis Lima Tahun Penjara

Kompas.com - 05/03/2015, 18:33 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Muhtar Ependy, teman dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Muhtar dianggap terbukti memberikan kesaksian palsu dan mengerahkan saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang Akil.

"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Menetapkan masa penahanan dikurangi seluruhnya, di dalam tahanan," ujar Hakim Supriyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/3/2015).

Muhtar dianggap terbukti memengaruhi Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito yang dihadirkan dalam sidang Akil. Muhtar meminta keduanya untuk bersaksi bahwa tidak mengenal Muhtar dan tidak pernah bersama-sama datang ke Bank Kalbar cabang Jakarta untuk menyerahkan sejumlah uang.

Selain itu, pada November 2013, Muhtar juga memengaruhi supirnya yang bernama Srino agar tidak mengakui pernah mengantar Muhtar ke rumah Akil di kawasan Pancoran untuk menyerahkan sejumlah uang. Padahal, berdasarkan keterangan saksi lainnya dari Bank Kalbar Cabang Jakarta yaitu Iwan Sutaryadi, Rika Fatmawati, dan Risna Hasrilianti, dinyatakan bahwa Srino pernah mengantar Muhtar ke bank tersebut untuk mengambil uang tunai senilai Rp 3 miliar dalam bentuk dollar Amerika untuk diantar ke rumah Akil.

Muhtar lantas menghubungi Iwan untuk mencabut seluruh keterangannya dalam berita acara pemeriksaan dan menggantinya dengan keterangan baru yang tidak benar. Muhtar pun meminta Iwan untuk menyampaikan kepada Rika dan Risna untuk melakukan hal yang sama. Sehingga pada saat bersaksi di sidang Akil pada 24 Maret 2014, Iwan, Rika, dan Risna kompak menjawab tidak ingat pernah melihat kedatangan Masyito ke Bank Kalbar Cabang Jakarta atau pun mengenali Masyito.

"Dari fakta-fakta di atas jelas terdakwa menghalangi proses penyidikan Akil. Terdakwa ingin tidak ada hubungan dengan itu agar pemberian uang mengurus Pilkada Palembang dan Empat Lawang sulit dibuktikan," kata hakim.

Dissenting opinion

Sementara itu, Hakim Sofialdy berpendapat berbeda. Menurut dia, Muhtar tidak terbukti melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999, yaitu perbuatan memengaruhi saksi. Ada pun yang mendasari dissenting opinion tersebut yaitu Srino tidak pernah dihadirkan menjadi saksi dalam sidang.

Kemudian, hakim menganggap Romi dan Masyitoh konsisten dalam kesaksiannya tidak mengenal Muhtar. Namun, hanya Sofialdy yang menyatakan dakwaan pertama tidak terbukti, sementara empat hakim lainnya menyatakan bahwa dua dakwaan terhadap Muhtar terbukti. Sehingga Muhtar tetap dijerat Pasal 21 dan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31/1999 jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

"Yang dipergunakan dengan suara terbanyak terdakwa terbukti sah melakukan Tipikor dengan dakwaan kesatu dan kedua," kata hakim Supriyanto. Adapun hal yang memberatkan Muhtar selama persidangan yaitu ia dianggap tidak kooperatif karena tidak mau mengakui perbuataannya. Sedangkan hal yang meringankannya adalah Muhtar memiliki tanggungan keluarga dan mau bersikap sopan selama persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com