Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SK Menkumham Soal Pembebasan Bersyarat Pollycarpus Digugat

Kompas.com - 04/02/2015, 14:58 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir menggugat Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pembebasan bersyaraf kepada terpidana kasus Munir, Pollycarpus Budihari Priyanto, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Cakung, Jakarta Timur, Rabu (4/2/2015).

Gugatan ini dilayangkan Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir, yang terdiri dari 25 pengacara dari LBH, YLBHI, KontraS, dan sejumlah elemen lainnya. Gugatan didaftarkan di PTUN dengan nomor perkara : 22/G/2015/PTUN-JKT.

Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Muhammad Isnur, mengatakan, gugatan ini ditempuh karena pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus dianggap mencederai rasa keadilan masyarakat.

"Menggugat Menkum HAM Yasona Laoly. Gugatan atau objek sengketa tentang pemberian pembebasan bersyarat atas nama Pollycarpus. Jadi surat keputusan Menhukham ini yang kita gugat," kata Isnur, di PTUN Jakarta Timur, di Cakung, Jakarta Timur, Rabu (4/2/2015).

Isnur mengatakan, melalui gugatan ini, pihaknya berharap pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus dapat dibatalkan. "Tentu kalau gugatan dikabulkan, maka dia harus kembali ke tahanan," ujar Isnur.

Pihaknya menilai, SK pembebasan bersyarat terhadap Pollycarpus, tidak memenuhi prosedur yang tepat. "Setelah kami kaji dan lihat SK pengeluarnya itu banyak prosedur yang tidak dipenuhi," ujar Isnur.

Sebab, lanjutnya, pembebasan bersyarat Pollycarpus dikeluarkan tanpa memperhatikan syarat untuk diterima masyarakat, memperhatikan keamanan, ketertiban umum dan rasa keadilan masyarakat.

Menurut Isnur, hal itu diatur dalam PP 32 Tahun 1999 dan PP 99 Tahun 2012, dan Permenhukham 21 Tahun 2013. Tujuan mencapai keadilan dalam pembebasan bersyarat Pollycarpus juga tidak terpenuhi, karena yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya, dan tidak membantu mengungkap siapa otak pelaku sebenarnya pembunuhan Munir.

"Betul pembebasan bersyarat itu adalah hak narapidana. Tetapi dia (Pollycarpus) tidak penuhi hak keadilan masyarakat," ujar Isnur.

Sebelum mengajukan gugatan tersebut, pihaknya sudah melakukan somasi terhadap Kemenhuk dan HAM serta kepada Presiden Joko Widodo. "Menhukham bersikukuh itu sudah sesuai syarat dan lain-lain," ujar Isnur.

Dengan gugatan ini, pihaknya optimis PTUN akan mengabulkannya. Pihaknya juga telah menyiapkan opsi jalur hukum lainnya.

"Dari bukti yang kami punya kami optimis. Ya tentu ada proses hukum lanjutan, ada banding, ada kasasi, tapi kami yakin proses hukum akan terbuka. Kita akan uji sejauh mana proses pembebasan bersyarat dia, benar atau tidak," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com