Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konstitusionalitas Anti Korupsi

Kompas.com - 03/02/2015, 15:10 WIB


Oleh: Munafrizal Manan

JAKARTA, KOMPAS - Format konstitusionalisme Indonesia tidak eksplisit mengadopsi prinsip anti korupsi ke dalam konstitusi. Bahkan, sejarah awal praktik konstitusionalisme republik ini sama sekali tidak memuat prinsip anti korupsi.

Perjuangan melawan korupsi belum menjadi bagian sentral dalam skema demokrasi konstitusional kita. Nihilnya basis konstitusionalitas anti korupsi mengakibatkan persoalan korupsi jarang dilihat melalui lensa konstitusi. Korupsi dipahami sebatas tindak pidana khusus, kerugian keuangan negara, dan kejahatan luar biasa.

Pengesahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan diikuti pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang telah memompa semangat dan optimisme baru akan pemberantasan korupsi. Namun, upaya terus- menerus melemahkan, mengerdilkan, dan hari-hari ini menghancurkan eksistensi KPK membuktikan pemberantasan korupsi yang tidak ditopang basis konstitusionalitas antikorupsi pada level konstitusi rentan digoyang, bahkan dilenyapkan setiap waktu.

Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 sama sekali tidak menyebut kata korupsi ataupun klausul anti korupsi. Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan UUD 1945 tidak sepatah kata menyebut korupsi atau klausul anti korupsi secara eksplisit ataupun implisit. UUD 1945 versi asli tidak menyediakan basis konstitusionalitas anti korupsi.

Tidak mengantisipasi

Para perancang UUD 1945 tampaknya tidak mengantisipasi korupsi kelak akan menjadi ancaman destruktif bagi masa depan Republik Indonesia. Padahal, mereka tentu mengetahui keruntuhan kekuasaan VOC disebabkan oleh korupsi. Mereka juga tentu paham kultur feodal bangsa Indonesia masih permisif terhadap korupsi. Meski demikian, kealpaan para perancang UUD 1945 tidak memasukkan prinsip anti korupsi dapat dimaklumi dengan dua alasan obyektif berikut.

Pertama, UUD 1945 disusun dalam suasana politik tidak ideal; dibuat secara kilat dan di bawah pendudukan kolonialisme Jepang. Kedua, para perumus UUD 1945 memang hanya fokus pada hal-hal fundamental yang urgen saja untuk diadopsi dalam UUD 1945. Karena alasan inilah penyusun UUD 1945 menyadari UUD 1945 bukanlah konstitusi tertulis sempurna.

Soekarno menyebut UUD 1945 buatan BPUPKI dan PPKI itu sebagai Revolutiegrondwet, yaitu Undang-Undang Dasar yang dibuat dalam masa revolusi dan untuk tujuan revolusi. Soekarno menjanjikan bahwa kelak di kemudian hari akan dibuat undang-undang dasar yang lebih sempurna dan lengkap dalam suasana merdeka.

Selama periode berlakunya UUD 1945 yang tak memfasilitasi basis konstitusionalitas anti korupsi itu, semangat pemberantasan korupsi tidak menjadi agenda prioritas ketatanegaraan. Pada masa Orde Baru, yang memiliki moto "melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen", praktik korupsi justru tumbuh subur dan leluasa dilakukan.

Inisiasi pembentukan lembaga-lembaga anti korupsi oleh Pemerintah Orde Baru—mulai dari Tim Pemberantas Korupsi (1967), Komisi Anti Korupsi (1970), Komisi Empat (1970), Operasi Tertib (1977), hingga Tim Pemberantasan Korupsi (1982)—tidak menorehkan prestasi spektakuler pemberantasan korupsi. Eksistensinya sirna begitu saja seiring dengan lemahnya komitmen rezim otoritarian Orde Baru memberantas korupsi.

Undang-Undang Republik Indonesia Serikat Tahun 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 agak lebih maju daripada UUD 1945 dalam hal menyediakan basis konstitusionalitas antikorupsi. UUDS 1950 merupakan saduran dari UUD RIS 1949 yang disertai revisi minor, yaitu menghapus segala klausul bentuk negara federal dan senat sebagai alat kelengkapan negara federal RIS.

Dua konstitusi

Kedua konstitusi tertulis yang pernah berlaku di Indonesia itu menyediakan basis konstitusionalitas anti korupsi. Terdapat klausul yang mengharuskan para pejabat publik (presiden, menteri-menteri, anggota-anggota senat, ketua senat, anggota-anggota dewan perwakilan rakyat) sebelum memangku jabatan mengucapkan sumpah/janji berikut: "Saya bersumpah (berjanji) bahwa saya, untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu dalam jabatan ini, tiada sekali-kali akan menerima dari siapa pun juga langsung ataupun tak langsung, sesuatu janji atau pemberian."

Susunan kata dari sumpah/ janji ini merefleksikan visi konstitusional anti korupsi. Namun, selama masa berlakunya kedua konstitusi ini, pemberantasan korupsi belum menjadi agenda utama.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com