Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perihal "Kemerdekaan" Jokowi dan Keberlangsungan Kabinet Kerja

Kompas.com - 28/01/2015, 06:30 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah membangun soal-soal, tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu."

Demikian sepenggal pidato Presiden Soekarno yang diucapkan pada 17 Agustus 1948. Kata kemerdekaan di situ dapat dimaknai juga sebagai kemenangan. Kemenangan mengusir penjajah dari Tanah Air. Kemenangan yang membuat bangsa Indonesia berdaulat, membentuk pemerintahan sendiri untuk mensejahterakan rakyatnya.

Jika ditarik ke masa depan, kutipan pidato Bung Karno itu bisa dikaitkan dengan kemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 lalu. Tidak terasa, pemerintahan Jokowi-JK telah memasuki usia 100 hari sejak dilantik dalam sidang paripurna MPR RI pada 20 Oktober 2014.

Seperti yang diucapkan Bung Karno, kemerdekaan, atau kemenangan bukanlah akhir dari semua persoalan. Tapi sebaliknya, kemenangan dapat menimbulkan persoalan tapi sekaligus menyimpan solusi dari persoalan tersebut.

Begitupun dengan pemerintahan Jokowi-JK. Awal pemerintahannya berjalan tidak terlalu mulus. Beberapa persoalan muncul dan bisa menjadi kerikil, bahkan batu yang bukan tidak mungkin memberikan sandungan serius pada kelanggengan Kabinet Kerja.

Sebutlah beberapa persoalan yang mengemuka dan menjadi konsumsi publik. Mulai dari tarik ulur penyusunan kabinet, perang dingin di parlemen, keterbatasan ruang fiskal yang membuat Jokowi sulit mengeksekusi program-programnya, sampai pada polemik pengajuan tersangka kasus dugaan korupsi Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon Kepala Kepolisian Negara RI.

Politisi senior PDI Perjuangan Pramono Anung menilai, kerja keras Presiden Jokowi belum bisa diimbangi maksimal oleh para menteri-menterinya. Padahal, kata Pramono, publik menaruh harapan besar agar kebijakan yang dijalankan dapat memberi hasil konkret pada perbaikan kesejahteraan secara adil dan merata.

"Presiden sudah bekerja luar biasa, blusukan kian kemari, tapi rakyat menunggu hasil konkret. Sudah ada beberapa menteri yang bisa menjabarkan keinginan presiden, tapi saya lihat belum terlalu maksimal," kata Pramono, Selasa (27/1/2015).

Kritik keras untuk Kabinet Kerja muncul dari Ketua DPP PDI-P, Effendi Simbolon. Ia menilai kinerja Jokowi memimpin pemerintahan sangat amburadul dan tidak sesuai dengan janji politik yang diucapkan semasa kampanye pilpres.

Menurut Effendi, kesalahan Jokowi bermula dari kekeliruan memilih menteri. Ia anggap rekrutmen menteri tidak memiliki standar yang jelas sehingga kebijakan yang keluar tidak berjalan lancar. Bahkan beberapa di antaranya dianggap bisa menjadi blunder untuk pemerintah.

Anggota Komisi I DPR RI itu menyoroti kesalahan pemerintahan Jokowi karena sempat menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi untuk mengurangi beban keuangan negara. Bagi Effendi, Jokowi harus melakukan evaluasi besar pada kinerja Kabinet Kerja agar tidak terlalu besar membuka celah kekecewaan publik dan celah untuk masuknya gangguan politik yang sistematis.

"Jokowi ini belum berpengalaman dan dikelilingi orang-orang pragmatis. Saya melihat, kalau Jokowi tidak berbenah, hal-hal ini bisa menjadi celah bagi lawan politik untuk menjatuhkannya," ucap Effendi.

Sementara itu, publik juga tengah diliputi kebingungan dengan sepak terjang Jokowi memimpin pemerintahan. Kebingungan publik makin menjadi karena melihat tidak tegasnya Jokowi dalam menyikapi polemik yang muncul setelah calon Kapolri Komjen (Pol) Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam banyak kesempatan, Jokowi selalu menyatakan dirinya pro pada pemberantasan korupsi. Tapi fakta yang terlihat sangat berbeda, Jokowi tetap mencalonkan seorang tersangka kasus dugaan korupsi sebagai pejabat negara.

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Suhud mengatakan, banyak warga Nahdliyin di daerah yang bertanya-tanya mengapa Jokowi jadi seorang peragu saat menghadapi polemik calon Kapolri. Dalam posisi ini, ia anggap tak berlebihan saat publik menduga Jokowi dipengaruhi partai pendukungnya untuk mengambil suatu keputusan.

"Masyarakat bingung, sesungguhnya kemauan Jokowi ini kemauan sendiri atau kemauan orang lain? Seorang pemimpin harus firm dari diri sendiri," ujar Marsudi.

Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), J Kristiadi, mengatakan, evaluasi pada Kabinet Kerja merupakan suatu keharusan. Ia mendorong agar Jokowi tidak perlu ragu untuk membuat kebijakan yang pro pada kemauan publik meski harus menghadapi gelombang protes dari partai pendukung dan anggota DPR RI.

"Tidak bisa kita jadi Presiden itu menyenangkan semua orang, itu tidak bisa. Nabi pun tidak bisa menyenangkan semua orang, apalagi Presiden. Jokowi harus mendengarkan kepentingan yang lebih besar, yaitu masyarakat," kata Kristiadi.

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto menuturkan, sejak awal berjalan, pemerintahan Jokowi tidak memasang target khusus dalam 100 hari kerja. Ia menyebut, evaluasi pada kinerja Kabinet Kerja dilakukan rutin satu kali dalam sebulan. Meski demikian, kata Andi, Presiden Jokowi juga belum menyampaikan tegas mengenai konsekuensi untuk menteri yang memiliki kinerja jeblok.

"Presiden tidak pakai 100 hari sebagai patokan, tapi memberikan patokan ke kementerian-kementerian berdasarkan program jangka pendek dan menengah," ungkap Andi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com