Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manuver Hasto Kristiyanto dan Kisah Kandasnya Lobi Politik Abraham Samad

Kompas.com - 23/01/2015, 09:55 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jagad politik dan hukum di Tanah Air semakin "memanas". Pasca-penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi, sejumlah manuver mengarah ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Belakangan, pada Kamis (22/1/2015) kemarin, pelaksana tugas Sekjen DPP PDI mengungkapkan kisah lobi politik yang dilakukan Ketua KPK Abraham Samad untuk menjadi wakil presiden bagi Joko Widodo pada Pilpres 2014. 

"Ada oknum di pimpinan KPK yang tergoda dengan kepentingan politik menjadi cawapres atau jaksa agung," ujar Hasto di Rumah Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis.

Menurut Hasto, kisah itu berawal pada awal 2014. Saat itu, ia ditugaskan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Pada kesempatan itu, seorang pria berinisial D menghubungi Hasto dan menawarkan pertemuan dengan Abraham Samad.

"Di situ kami hanya dibilang, membahas hal-hal yang strategis," ujar Hasto.

Hasto tertarik atas tawaran itu. Menurut dia, bertemu pimpinan KPK merupakan momen yang langka. Hasto pun datang ke Apartemen Capital di kawasan SCBD. Dia masuk melalui lobi depan. Di sana, D sudah menunggu. Keduanya lalu naik ke salah satu lantai di apartemen mewah itu.

Di salah satu ruangan apartemen, Abraham telah menunggu dengan menggunakan masker hijau dan topi hitam. Abraham duduk di kursi yang meja di depannya terdapat aneka buah. Hasto, Abraham dan D pun berbincang terkait hal strategis itu.

"Di depan Abraham, dia (D) memohon Bapak Abraham Samad bisa mengikuti proses jadi calon wakil presidennya Pak Jokowi," ujar Hasto.

Saat itu, menurut Hasto, dia tidak dapat menjanjikan apa-apa. Pemilihan presiden masih jauh dan saat itu Megawati Soekarnoputri belum memutuskan siapa pasangan yang akan diusung PDI Perjuangan. Meski demikian, komunikasi dengan Abraham tetap dijaga.

Maka berlanjutlah dengan pertemuan kedua, ketiga, hingga pertemuan keenam di tempat yang berbeda-beda. Selain D, ada pria berinisial D lain yang mendorong Abraham menjadi cawapres Jokowi. D yang kedua ini, sebut Hasto, adalah sahabat karib Abraham.

Hasto menyebutkan, saking 'ngebetnya' Abraham ingin menjadi cawapres Jokowi, dia membuat skenario pertemuan dengan Jokowi di ruang VVIP Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta. Sejak saat itu, lobi politik Abraham kian kencang. Abraham juga merancang agenda pertemuan dengan tim sukses Jokowi-JK yang lain, yakni Hendropriyono dan sejumlah nama yang kini menjadi menteri pada Kabinet Kerja. Apalagi, pencalonan Jokowi sebagai RI 1 semakin pasti.

Namun, akhirnya, Jusuf Kalla didapuk sebagai pendamping Jokowi. Pertimbangannya, Kalla punya pengalaman dan dukungan politik yang jauh lebih kuat daripada bakal cawapres lainnya.

Pada 19 Mei 2015, satu hari sebelum Komisi Pemilihan Umum (KPU) menutup pendaftaran calon presiden dan wakil presiden, Hasto mengaku ditugaskan Jokowi menyampaikan kepada Abraham soal keputusan cawapres itu. Pukul 00.30 WIB, Hasto bertemu Samad yang masih mengenakan masker dan topi.

"Setelah saya ceritakan bahwa yang jadi cawapres adalah JK, Abraham bilang, 'Ya saya tahu, saya sudah melakukan penyadapan'. Dia juga bilang, 'Saya tahu yang menggagalkan saya menjadi calon wakil presiden adalah Pak Budi Gunawan'," ujar Hasto.

Menurut Hasto, ada nada kekecewaan dari pernyataan Abraham. Dia tak menyangkal tudingan Abraham soal Budi Gunawan. Dia berempati dengan perasaan Abraham. Sebagai pelipur lara, Hasto lalu bertanya masukan Abraham seandainya Jokowi-JK maju menjadi RI 1 dan RI 2.

Bukan instruksi PDI Perjuangan

Hasto mengakui, ia sadar bahwa pertemuannya dengan Ketua KPK untuk urusan politik melanggar etika. Ia mengatakan, kesediaannya bertemu Samad karena penasaran dengan D yang mengaku bisa merealisasikan pertemuan itu. Apalagi, saat itu, Jokowi memang tengah mencari siapa sosok yang akan mendampinginya bertarung dalam Pilpres. Samad dinilai salah satu yang punya potensi.

"Meski akhirnya Pak Jokowi memutuskan bahwa cawapresnya adalah Jusuf Kalla," ujar Hasto.

Menurut Hasto, pertemuan itu bukan atas perintah partai atau koalisi pendukung Jokowi. Akan tetapi, pertemuan itu dilakukannya atas sepengetahuan dan persetujuan Jokowi. Dia juga mengklaim ada bukti berupa foto dan rekaman CCTV.

Bukan "kick back"

Hasto juga membantah bahwa kisah pertemuannya dengan Samad ini merupakan "kick back" untuk KPK yang telah menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Ia berat menceritakan hal ini. Kisah ini diungkapkan karena ia merasa geram Abraham menyangkal kisah lobi politiknya. Ia beranggapan bahwa Abraham menggunakan KPK sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

Hasto mendesak KPK membentuk komite etik untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dia, Hendropriyono dan sejumlah nama yang pernah menggelar pertemuan dengan Abraham mengaku siap diperiksa oleh Komite Etik KPK.

Abraham: Itu Fitnah!

Merespons pernyataan Hasto, Pimpinan KPK segera menggelar rapat untuk mengonfirmasi cerita yang disampaikan Hasto di media massa. Melalui Deputi Pencegahan KPK Johan Budi, Abraham mengatakan bahwa tudingan Hasto adalah fitnah.

"Bahwa semua yang disampaikan itu adalah fitnah belaka. Pak Abraham membantah dengan keras apa yang dituduhkan oleh Pak Hasto cs," kata Johan Budi di Gedung KPK, Kamis (22/1/2015) sore.

Johan mengatakan, KPK memberkan kebebasan berpendapat kepada semua pihak terhadap KPK. Namun, ia meminta agar pendapat itu disertai dengan bukti-bukti kuat.

Menurut Johan, wajar jika KPK melakukan pertemuan dengan partai politik. Ia mengungkapkan, pimpinan KPK kerap bertemu pejabat parpol untuk kegiatan sosialisasi dan kampanye anti-korupsi. Lagi pula, kata Johan, yang biasa bertemu dengan pejabat parpol tidak hanya Ketua KPK Abraham Samad, tetapi juga Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnain.

Banyak "siluman" penghancur KPK

Pengamat politik Boni Hargens menilai, tudingan Hasto adalah ekspresi kebingungan setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka menjelang penetapannya sebagai Kapolri.

"Saya kira KPK memang tidak boleh diserang. Bahkan, semua partai politik diwajibkan untuk melindungi KPK yang terdepan memberantas korupsi. Bahwa KPK juga perlu dikoreksi, itu wajar karena KPK terdiri dari manusia biasa," ujar Boni.

Namun, ia khawatir, manuver Hasto dijadikan momentum untuk mewacanakan pembubaran KPK.

"Banyak siluman yang ingin menghancurkan KPK. Kelemahan individu atau oknum dalam KPK, kalau itu ada, tidak serta-merta menjadi alasan utk membubarkannya," ujar dia.

Boni berharap, hal itu tidak akan terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com